Noordin M Top, Sosok Di Balik Bom Jakarta 14 Tahun Yang Lalu, Kepalanya Dihargai 1 Miliar Oleh Polisi

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Sosok Noordin M Top disebut sebagai otak di balik serangan-serangan bom di beberapa tempat di Indonesia. Dari Bali hingga Jakarta.

Intisari-Online.com -Jumat pagi, 17 Juli 2009, Jakarta digoncang bom, tepatnya di hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Itu adalah sebuah aksi bom bunuh diri.

Pelakunya adalah Dani Dwi Permana asal Bogor, Jawa Barat, dan Nana Ikhwan Maulana dari Pandeglang, Banten.

Ledakan itu memakan korban 9 orang, dan melukai lebih dari 50 orang lainnya, termasuk warga asing.

Pengeboman terjadi sembilan hari setelah Pemilu 2009.

Selain korba-korba yang berjatuhan, orang mengingat pengeboman ini karena membatalkan rencana kedatangan klub sepakbola Inggris, Manchester United, yang rencananya akan menginap di Ritz-Carlton dua hari kemudian.

MU pun urung datang ke Indonesia.

Polisi menyebut Noordin M Top sebagai otak di balik bom bunuh diri tersebut.

Nama terakhir memang dikenal sebagai teroris yang licin dan cerdik.

Setelah beberapa kali lolos dari penyergapan, pria kelahiran Johor, Malaysia, itu akhirnya tewas dalam sebuah serbuan di Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, pada September 2009.

Ada beberapa fakta menarik tentang Noordin M Top.

Noordin M Top resmi menjadi buronan polisi Indonesia, dalam hal ini Detasmen Khusus 88 Mabes Polri, sejak tahun 2000.

Setelah berkali-kali lolos,akhirnya Noordin berhasil ditumpas dalam sebuah penyergapan selama sembilan jam di Kampung Kepuh Sari RT 3 RW 11, Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah.

Penyergapan berlangsung berlangsung sejak Rabu, 16 September 2009, tengah malam.

Noordin M Top lahir 11 Agustus 1968, merupakan warga negara Malaysia yang menyelundup masuk ke Indonesia melalui Riau pada awal 2002.

Sebelum ke Indonesia, sejak tahun 1995 Noordin terlebih dahulu aktif di Pondok Pesantren Luqmanul Hakiem yang berafiliasi pada jaringan Jemaah Islamiyah.

Di ponpes itu,Noordin sempat dipercaya menjabat sebagai kepala sekolah.

Noordin M Top dikenal sebagai perakit bom ulung.

Dia adalah jebolan Universiti Teknologi Malaysia, juga memiliki reputasi dalam merekrut "calon pengantin" atau pelaku bom bunuh diri.

Noordin dipercaya bertanggung jawab atas empat bom bunuh diri yang terjadi di Indonesia, seperti Bom JW Marriott pada tahun 2003, Bom Kedutaan Besar Australia pada tahun 2004, tiga restoran padat warga asing di Denpasar, Bali, pada tahun 2005, serta Bom Mega Kuningan pada tahun 2009.

Atas tindakan tersebut, lebih 200 orang tewas.

Angka ini terdiri dari korban lokal maupun warga asing.

Ketika hengkang dari Malaysia, Noordin meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.

Selama buron di Indonesia, Noordin setidaknya telah menikahi dua warga Indonesia.

Kedua orang tersebut adalah Munfiatun, dinikahinya pada bulan Mei 2004, dan Arina Rahmah, pada bulan September 2005.

Noordin dikenal sebagai gembong teroris yang licin bak belut.

Pria kelahiran Johor ini setidaknya telah empat kali lolos dalam penyergapan oleh Densus 88.

Pertama pada bulan November 2005 di Kota Batu, Jawa Timur.

Pada penyergapan ini, Dr Azahari tewas tertembak. Kedua pada penyergapan di Wonosobo bulan April 2006.

Ketiga pada penyergapan di Palembang bulan Juli 2008. Terakhir di Bekasi pada bulan Agustus 2009.

Noordin bersama kelompoknya diyakini pernah merencanakan penyerangan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertengahan bulan Agustus 2009.

Hal ini terungkap seiring ditemukannya sekitar setengah ton bahan peledak di Perumahan Puri Nusa Phala, Bekasi.

Kemampuan Noordin dalam merekrut dan merencanakan pengeboman diyakini telah terwariskan ke pengikutnya.

Hal ini terbukti dengan keberadaan Ustadz Saifudin Zuhri bin Jaelani Irsyad.

Saifudin Zuhri berhasil merekrut Ibrohim, penata bunga di Ritz-Carlton, dalam perencanaan peledakan bom Mega Kuningan.

Mabes Polri sendiri mengungkapkan, Ibrohim memegang peranan dominan dalam perencanaan bom Mega Kuningan, di antaranya melakukan survei dan menyelundupkan bom ke dalam hotel melalui akses masuk karyawan.

Selama buron, Noordin lebih banyak menghabiskan waktunya di berbagai pelosok kota di Pulau Jawa, mulai dari Bandung, Cilacap, Solo, Surabaya, hingga Blitar.

Pulau Jawa yang padat dan masyarakatnya yang cenderung permisif turut mendukung persembunyiannya.

Noordin juga diyakini tidak pernah singgah di tempat yang pernah ditinggalinya.

Mabes Polri pernah "menghargai kepala" Noordin Rp 1 miliar.

Noordin tewas dalam penyergapan di Jebres, Solo, pada tanggal 16 September.

Noordin tewas bersama dengan Susilo alias Adib, Bagus Budi Pranoto alias Urwah, dan Ario Sudarso alias Aji.

Dua orang terakhir ini merupakan orang yang masuk ke dalam daftar pencarian orang Mabes Polri.

Artikel Terkait