Akhiri Dominasi Wangsa Sanjaya Sebagai Penguasa Mataram, Inilah Asal-usul Wangsa Isyana

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Petirtajaan Jalatunda, salah satu peninggalan Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno era Wangsa Isyana.

Petirtajaan Jalatunda, salah satu peninggalan Kerajaan Medang atau Kerajaan Mataram Kuno era Wangsa Isyana.

Intisari-Online.com -Kerajaan Medang, atau yang sering kita sebut sebagai Kerajaan Mataram Kuno, sangat identik dengan Wangsa Sanjaya.

Bagaimana lagi, kerajaan ini memang didirikan oleh Sanjaya, patron Wangsa Sanjaya.

Tapi semua berubah ketika Medang dipimpin oleh Sri Isanatungga alias Mpu Sindok yang memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa Timur.

Karena sejak itulah Wangsa Sanjaya hilang, diganti oleh Wangsa Isyana--di mana Mpu Sindok sebagai pantronnya.

Wangsa Isyana sering diidentikkan dengan para pemimpin Kerajaan Medan atau Mataram Kuno periode Jawa Timur.

Wangsa Isyana ternyata masih terus memerintah meskipun Kerajaan Medang runtuh.

Keturunan raja-raja dari Wansa Isyana berkuasa di Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Kediri.

Berakhirnya Dinasti Isyana di Jawa Timur ditandai dengan meninggalnya Prabu Dandang Gendis alias Sri Maharaja Kertajaya, raja terakhir Kerajaan Kediri.

Penyebab runtuhnya Dinasti Isyana adalah serangan dari Ken Arok, yang disebut sebagai pendiri Kerajaan Singasari dan Wangsa Rajasa.

Istilah Wangsa Isana dijumpai dalam Prasasti Pucangan yang dikeluarkan oleh Raja Airlanga pada 963 Saka (1041 Masehi).

Raja Airlangga adalah menantu sekaligus keponakan Raja Dharmawangsa Teguh, penguasa Mataram Kuno yang terakhir.

Raja Airlangga mendirikan Kerajaan Kahuripan setelah Kerajaan Mataram Kuno runtuh dalam peristiwa Pralaya Medang.

Prasasti Pucangan memuat silsilah Raja Airlangga dari Sri Isanatungga atau Mpu Sindok, yang mempunyai putri bernama Sri Isanatunggawijaya.

Sri Isanatunggawijaya menikah dengan Sri Lokapala dan mempunyai anak bernama Sri Makutawangsawarddhana.

Sri Makutawangsawarddhana mempunyai anak bernama Gunapriyadharmmapatni dan Dharmawangsa Teguh.

Gunapriyadharmmapatni menikah dengan Udayana dari Bali dan memiliki anak bernama Airlangga.

Dari silsilah tersebut diketahui bahwa pendiri Wangsa Isyana adalah Mpu Sindok atau Sri Isanatungga.

Mpu Sindok adalah raja yang memindahkan ibu kota Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur pada tahun 929.

Pada saat Mataram Kuno dipimpin oleh Dyah Tulodhong dan Rakai Sumba Dyah Wawa, Mpu Sindok menjabat sebagai rakryan mapatih i halu dan rakryan mapatih i hino.

Karena dua jabatan tersebut biasanya diberikan kepada kerabat dekat raja, para sejarawan meyakini bahwa Mpu Sindok merupakan keturunan Wangsa Syailendra.

Ketika ibu kota Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah hancur karena letusan Gunung Merapi, sesuai dengan landasan kosmogonis kerajaan-kerajaan kuno harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa baru pula.

Karena itulah Mpu Sindok memindahkan ibu kota Mataram Kuno ke Jawa Timur dan mendirikan Wangsa Isyana.

Meski para ahli sepakat bahwa Mpu Sindok merupakan pendiri Wangsa Isyana, tetapi asal-usulnya masih diperdebatkan.

Sejumlah sejarawan meyakini bahwa Mpu Sindok adalah kerabat dekat raja Mataram Kuno karena pernah menjabat sebagai rakryan mapatih i halu dan rakryan mapatih i hino.

Akan tetapi, Poerbatjaraka berargumen bahwa Mpu Sindok naik takhta karena perkawinannya dengan Dyah Kebi, putri Raja Dyah Wawa.

Pendapat itu didasarkan pada isi Prasasti Cunggrang, yang menyebut Rakryan Bawa (Dyah Wawa) sebagai ayah Sri Parameswari Dyah Kebi.

Poerbatjaraka juga mengemukakan alasan lain, yaitu Mpu Sindok bergelar abhiseka yang mengandung unsur dharmma.

Menurut pendapatnya, raja yang bergelar demikian naik takhta karena perkawinan.

Akan tetapi, pendapat Poerbatjaraka tersebut dibantah oleh Stutterheim, yang mengatakan bahwa nama Bawa dalam Prasasti Cunggrang harusnya dibaca Bawang bukan Wawa, karena ada anuswara di atas huruf wa.

Selain itu, Raja Dyah Wawa tidak pernah bergelar Rakai atau Rakryan Wawa, tetapi Rakai Sumba atau Rakai Pangkaja Dyah Wawa.

Lagi pula, kebi berarti nenek, sehingga yang dimaksud di Prasasti Cunggrang adalah Rakryan Bawang Mpu Partha, ayah dari nenek Mpu Sindok.

Nenek Mpu Sindok adalah permaisuri Daksa, yang disebut dalam Prasasti Sugih Manek.

Pada masa Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Watukura Dyah Balitung, Daksa menjabat sebagai rakryan mahamantri i hino.

Jadi, Mpu Sindok tidak perlu menikah dengan putri mahkota untuk dapat menjadi raja Mataram Kuno.

Mpu Sindok memerintah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur sejak 929 hingga 948.

Artikel Terkait