Penulis
Intisari-online.com - Salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah Perang Belasing.
Perang ini berlangsung pada tahun 1815-1816 antara pahlawan Banjar yang dipimpin oleh Sultan Sulaiman Saidullah II dan pasukan Belanda.
Saat itu Belanda ingin menguasai wilayah Banjar dan mengeksploitasi sumber daya alamnya, terutama lada.
Rakyat Banjar mulai melawan ketika Belanda menyerang istana Sultan Sulaiman Saidullah II di Martapura pada 21 Mei 1815.
Sultan berhasil melarikan diri dan membangun pertahanan di Benteng Kuin, sebuah benteng yang terletak di tepi Sungai Barito.
Di sana, Sultan bersama para pengikutnya bertempur dengan gigih melawan tentara Belanda yang lebih banyak dan lebih canggih.
Salah satu pertempuran sengit terjadi pada 24 Juni 1815, ketika pasukan Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Daendels menyerbu Benteng Kuin dengan meriam dan kapal perang.
Pasukan Banjar yang hanya berbekal senjata tradisional seperti tombak, pedang, dan bedil, tidak gentar menghadapi serangan musuh.
Mereka berjuang dengan semangat patriotisme dan keimanan.
Dalam pertempuran itu, banyak pahlawan Banjar yang gugur sebagai syuhada, di antaranya adalah Pangeran Antasari, Pangeran Hidayatullah, Pangeran Tamjidillah, dan Kiai Demang Lehman.
Namun, mereka juga berhasil menewaskan banyak tentara Belanda dan menghancurkan beberapa kapal perang mereka.
Baca Juga: Di Balik Peristiwa Pembangunan Sirkuit Mandalika, Ternyata Sisakan Utang Rp4,6 Triliun Bagi BUMN
Pertempuran ini berlangsung selama enam jam dan akhirnya berakhir dengan mundurnya pasukan Belanda.
Perang Belasing berlanjut hingga tahun 1816, ketika Sultan Sulaiman Saidullah II meninggal dunia karena sakit.
Meskipun demikian, perlawanan rakyat Banjar tidak berhenti.
Mereka terus melawan penjajah hingga akhirnya berhasil membebaskan wilayah Banjar dari cengkeraman Belanda pada tahun 1860.
Perang Belasing adalah salah satu bukti bahwa rakyat Indonesia tidak pernah menyerah dalam mempertahankan tanah airnya dari penjajahan asing.
Kisah heroik perlawanan rakyat Banjar melawan penjajah Belanda di Perang Belasing patut kita kenang dan teladani sebagai inspirasi bagi generasi penerus bangsa.
Selain di Banjar, perlawanan rakyat terhadap Belanda juga terjadi di Sumatera Barat, yang dikenal dengan nama Perang Belasting.
Perang ini berlangsung pada 15-16 Juni 1908, antara tentara Hindia Belanda dan rakyat Sumatera Barat yang menolak penerapan pajak oleh pemerintah kolonial.
Pajak tersebut meliputi pajak kepala, pemasukan barang, rodi, tanah, keuntungan, rumah tangga, penyembelihan, tembakau, dan pajak rumah adat.
Perang Belasting dimulai ketika rakyat Sumatera Barat menggelar rapat rahasia untuk merencanakan perlawanan.
Namun, rencana tersebut bocor dan Belanda menangkap para penghulu andiko (datuak kampuang Sumatera Barat) pada 22 Maret 1908.
Baca Juga: Tragis, SPG Di Cibubur Diperkosa 2 Pria Yang Pura-pura Hendak Beli Mobil Secara Bergiliran
Hal ini memicu kemarahan rakyat Sumatera Barat dan mereka melancarkan aksi protes besar.
Puncaknya terjadi di daerah Kamang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, di mana ribuan rakyat Kamang berusaha melawan tentara Belanda dengan senjata seadanya.
Dalam pertempuran ini, tokoh Kamang bernama Haji Abdul Manan gugur di medan perang.
Setelah itu, perlawanan juga terjadi di Mangopoh, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, yang dipimpin oleh tokoh perempuan bernama Mande Siti.
Mereka berhasil memusnahkan 53 tentara Hindia Belanda.
Perang Belasting menimbulkan banyak korban jiwa, baik dari rakyat Sumatera Barat maupun tentara kolonial.
Perang ini juga menunjukkan semangat juang rakyat Indonesia yang tidak mau tunduk pada penjajahan asing.
Kisah heroik perlawanan rakyat Banjar dan Sumatera Barat melawan penjajah Belanda di Perang Belasing dan Perang Belasting patut kita kenang dan teladani sebagai inspirasi bagi generasi penerus bangsa.