Find Us On Social Media :

Alasan Pemerintah Tidak Mau Melunasi Utangnya kepada Jusuf Hamka

By Yoyok Prima Maulana, Senin, 12 Juni 2023 | 19:35 WIB

Polemik utang pemerintah ke Jusuf Hamka makin berlarut-larut. (Mahfud MD-Jusuf Hamka-Sri Mulyani)

Intisari-online.com - Jusuf Hamka adalah seorang konglomerat dan pemilik PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), sebuah perusahaan yang mengerjakan sejumlah ruas tol di Indonesia.

Selain itu, ia juga menjabat sebagai komisaris di beberapa perusahaan besar lainnya. Harta kekayaannya diperkirakan mencapai Rp15 triliun.

Namun, di balik kesuksesannya, Jusuf Hamka memiliki masalah dengan pemerintah Indonesia terkait utang negara sebesar Rp800 miliar kepada perusahaannya.

Utang tersebut berasal dari deposito CMNP sebesar Rp78 miliar di Bank Yama, sebuah bank yang dimiliki oleh Siti Hardijanti Rukmana alias Tutut Soeharto, putri mantan Presiden Soeharto.

Ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1997-1998, Bank Yama terkena dampaknya dan dilikuidasi oleh pemerintah.

Sejak saat itu, Jusuf Hamka tidak bisa mengambil kembali uang depositonya. Pemerintah berdalih tidak mau membayar utangnya karena CMNP adalah perusahaan yang terafiliasi dengan Tutut Soeharto, salah satu obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih memiliki tunggakan kepada negara.

Tidak terima dengan alasan tersebut, Jusuf Hamka menggugat pemerintah ke pengadilan pada 2012 dan berhasil memenangkan gugatannya.

Putusan pengadilan menyatakan bahwa pemerintah wajib membayar utang tersebut beserta dendanya setiap bulan. Putusan ini telah sampai pada tingkat Mahkamah Agung (MA) dan sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Namun, hingga kini pemerintah belum juga melunasi utangnya kepada Jusuf Hamka. Bahkan, pada 2017, pemerintah hanya bersedia membayar Rp170 miliar dari total utang yang sudah mencapai Rp400 miliar.

Jusuf Hamka pun menerima tawaran tersebut asalkan uangnya segera dikembalikan. Namun, janji itu tidak ditepati hingga saat ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan pihaknya tidak mau buru-buru melunasi utang tersebut.

Menurutnya, persoalan ini tidak terlepas dari krisis 1998 ketika bank-bank yang memiliki masalah likuiditas diambil alih oleh pemerintah melalui program BLBI. Ia mengatakan bahwa ada berbagai prinsip mengenai afiliasi dan kewajiban dari mereka yang terafiliasi.