Sosok Supriyadi, Pemberontak PETA yang Diangkat Jadi Menteri Tanpa Pernah Bertemu Soekarno

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Supriyadi menteri era Soekarno yang menghilang sebelum dilantik.

Intisari-online.com -Supriyadi merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berani melawan penjajah Jepang pada masa akhir Perang Dunia II.

Ia terkenal sebagai tokoh pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) di Blitar, Jawa Timur, yang menghebohkan Jepang pada Februari 1945.

Ia juga diangkat sebagai Menteri Keamanan Rakyat dan Pemimpin Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) oleh Presiden Soekarno, meskipun ia tidak pernah bertemu dengannya secara langsung.

Supriyadi lahir pada 13 April 1923 di Trenggalek, Jawa Timur, dari keluarga bangsawan Jawa.

Sejak kecil, ia terbiasa mendengar cerita kepahlawanan para wayang dan sikap hidup kesatria dari kakek tirinya.

Ia menempuh pendidikan di Sekolah Dasar Belanda, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), dan OSVIA (Opleiding School Voor Indlandse Ambtenaren) di Magelang.

Saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, Supriyadi melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Tinggi dan bergabung dengan organisasi semi militer Jepang, Seinendan, di Tangerang.

Pada tahun 1943, ia terpilih untuk mengikuti PETA, sebuah organisasi militer yang dibentuk oleh Jepang untuk mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu.

Ia mendapat pangkat shodancho (komandan peleton) dan ditugaskan di Blitar.

Di Blitar, Supriyadi merasa tidak puas dengan perlakuan Jepang yang sewenang-wenang dan menindas rakyat Indonesia.

Ia juga menyadari bahwa PETA sebenarnya dimanfaatkan oleh Jepang untuk kepentingan mereka sendiri.

Baca Juga: Kisah Tragis Nasib PETA, Dalam Peristiwa Pemberontakan Blitar Dieksekusi dengan Keji Oleh Jepang

Ia pun mulai menyusun rencana untuk memberontak terhadap Jepang bersama teman-temannya di asrama PETA.

Pada tanggal 14 Februari 1945 dini hari, Supriyadi bersama sekitar 200 anggota PETA melancarkan serangan mendadak terhadap markas dan gudang senjata Jepang di Blitar.

Mereka berhasil membunuh sejumlah tentara Jepang dan merebut senjata-senjata mereka. Mereka juga menyebarkan selebaran yang mengajak rakyat Indonesia untuk bangkit melawan Jepang.

Pengangkatan sebagai Menteri dan Pemimpin Tertinggi TKR

Pemberontakan PETA di Blitar merupakan perlawanan bersenjata terbesar Indonesia terhadap Jepang.

Peristiwa ini menimbulkan kekaguman dan kebanggaan di kalangan pejuang kemerdekaan Indonesia.

Salah satunya adalah Presiden Soekarno, yang saat itu berada di Jakarta.

Presiden Soekarno mengapresiasi perjuangan Supriyadi dan mengangkatnya sebagai Menteri Keamanan Rakyat pada tanggal 19 Agustus 1945, dua hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Jabatan ini kemudian berubah menjadi Menteri Pertahanan.

Supriyadi juga ditunjuk sebagai Pemimpin Tertinggi TKR, sebuah organisasi militer yang dibentuk pada tanggal 5 Oktober 1945 untuk menggantikan PETA.

Nasib Supriyadi setelah pemberontakan Blitar masih menjadi teka-teki hingga kini.

Baca Juga: Sosok Van Mook, Birokrat dan Intelektual Belanda yang Gagal Menyatukan Indonesia

Tidak ada bukti pasti mengenai kematian atau keberadaannya.

Ada berbagai versi dan kesaksian yang saling bertentangan tentang apa yang terjadi dengan Supriyadi.

Menurut salah satu versi, Supriyadi tewas dalam pertempuran melawan Jepang di lereng Gunung Kelud di utara Blitar.

Menurut versi lain, Supriyadi ditangkap dan disiksa oleh Jepang hingga meninggal.

Ada juga yang mengatakan bahwa Supriyadi berhasil melarikan diri dan bersembunyi di berbagai tempat, seperti Nganjuk, Salatiga, atau Singapura.

Setelah Indonesia merdeka, Supriyadi dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet Presidensial.

Akan tetapi, pada 20 Oktober 1945, posisi tersebut diberikan kepada Imam Muhammad Suliyoadikusumo, karena Supriyadi dinyatakan hilang.

Sejak saat itu, muncul berbagai asumsi mengenai nasib Supriyadi.

Pada tahun 2008, masyarakat dihebohkan dengan klaim seorang pria bernama Andaryoko Wisnuprabu yang mengaku sebagai Supriyadi yang masih hidup.

Namun, klaim ini tidak diakui oleh keluarga dan rekan-rekan Supriyadi. Selain itu, tidak ada bukti otentik yang dapat membuktikan identitas Andaryoko sebagai Supriyadi.

Supriyadi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI Nomor 063/Tk/Tahun 1975 tanggal 9 Agustus 1975. Hingga kini, makamnya masih belum diketahui.

Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang paling misterius dalam sejarah Indonesia modern.

Artikel Terkait