Penulis
Tan Malaka sempat dijanjikan oleh Bung Karno, dialah sosok yang pantas menggantikannya memimpin revolusi Indonesia.
Intisari-Online.com -Ada satu tokoh revolusioner yang begitu ingin ditemui oleh Bung Karno.
Dialah Datuk Ibrahim Tan Malaka.
Setelah sekian lama, Bung Karno akhirnya bertemu dengan Tan Malaka, sebanyak dua kali.
Dalam pertemuan itu, Bung Karno menyebut Tan Malaka sebagai sosok yang pantas menggantikannya memimpin revolusi.
Pertemuan pertama Bung Karno dengan Tan Malaka terjadi pada malam Lebaran pertama tanggal 9 September 1945 di rumah dokter pribadi Bung Karno, dr. Soeharto, di Kramat Raya 128 Jakarta.
Pertemuan itu harus dirahasiakan karena adanya ancaman dari pihak Jepang, Belanda, atau Sekutu.
Tan Malaka datang dengan nama samaran Abdulrajak dari Kalimantan.
Dia diantar oleh Sayuti Melik, seorang tokoh Partai Murba yang didirikan oleh Tan Malaka.
Bung Karno datang diantarkan oleh ajudannya, Mantoyo.
Mereka berdua dibawa ke kamar belakang oleh dr. Soeharto untuk berbicara empat mata.
Dalam pertemuan itu, Bung Karno menanyakan tentang buku Aksi Massa karya Tan Malaka yang sangat berpengaruh pada pemikiran politiknya.
Tan Malaka menjelaskan tentang strategi perjuangan melawan imperialisme dengan menggunakan massa sebagai kekuatan utama.
Dia juga menyarankan agar ibukota dipindahkan ke daerah pedalaman yang lebih aman dan sulit dikuasai oleh musuh.
Bung Karno terpesona dengan pendapat-pendapat yang diutarakan oleh Tan Malaka.
Dia mengakui bahwa dia mengenal karya-karya Tan Malaka sejak tahun 1920-an dan menggunakannya sebagai rujukan dalam kursus-kursus politik yang dia lakukan di Partai Nasional Indonesia (PNI).
Secara spontan, Bung Karno menunjuk Tan Malaka dan berkata:
“Kalau suatu saat saya tidak lagi bebas bertindak, maka kepemimpinan revolusi saya serahkan kepada Anda.”
Pernyataan tersebut merupakan pengakuan Bung Karno atas kekagumannya terhadap Tan Malaka.
Juga sebagai bentuk antisipasinya jika sewaktu-waktu dia tidak bisa melanjutkan perjuangan karena ditawan atau dibunuh oleh pihak-pihak yang ingin menghancurkan kemerdekaan Indonesia.
Tan Malaka menerima penunjukan tersebut dengan hormat dan tanggung jawab.
Dia berjanji akan melaksanakan amanat Bung Karno dengan sebaik-baiknya dan tidak akan mengkhianati cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pertemuan dengan Bung Karno merupakan momen penting bagi Tan Malaka dalam perjuangannya untuk merebut kemerdekaan Indonesia.
Dia merasa diakui dan dihargai oleh tokoh proklamator yang sangat dihormati oleh rakyat.
Dia juga mendapat amanat untuk melanjutkan kepemimpinan revolusi jika sewaktu-waktu Bung Karno tidak bisa melakukannya.
Namun, pertemuan itu juga membawa risiko besar bagi Tan Malaka.
Dia menjadi sasaran buruan oleh pihak-pihak yang sejak lama mengincarnya.
Dia juga harus berhadapan dengan rival-rival politiknya di dalam negeri, seperti Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, dan lain-lain.
Tan Malaka terus bergerak dan bersembunyi di berbagai tempat untuk menghindari penangkapan.
Dia juga terus berusaha mempengaruhi jalannya revolusi dengan menulis risalah-risalah politik, seperti Manifesto Politik (1945), Gerpolek (1947), dan Madilog (1948).
Dia juga mendirikan Partai Murba sebagai wadah perjuangan rakyat yang anti-imperialisme dan anti-feodalisme.
Tan Malaka juga terlibat dalam beberapa peristiwa penting dalam sejarah revolusi Indonesia.
Tan Malaka tewas ditembak oleh tentara Republik Indonesia pada 21 Februari 1949 di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, setelah disebut terlibat dalam Peristiwa Madiun 1948.
Meskipun demikian, Tan Malaka tetap dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno sendiri mengakui bahwa Tan Malaka adalah salah satu guru politiknya yang memberinya banyak inspirasi dan pengaruh.