Find Us On Social Media :

Inilah Kebo-Keboan, Tradisi Unik Masyarakat Banyuwangi yang Berubah Menjadi Kerbau

By Afif Khoirul M, Rabu, 26 April 2023 | 20:10 WIB

Ilustrasi - Tradisi Kebo-Keboan dari Banyuwangi.

Intisari-online.com - Banyuwangi adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa.

Salah satu tradisi unik yang masih dilestarikan oleh masyarakat Banyuwangi adalah Kebo-Keboan.

Berikut ini Intisari Online akan membahas mengenai tradisi kebo-kebonan yang berasal dari Banyuwangi.

Apa itu Kebo-Keboan?

Kebo-Keboan adalah sebuah upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat suku Osing di Banyuwangi.

Sesuai namanya, Kebo-Keboan dilakukan dengan berubah menjadi kerbau.

Namun, kerbau yang digunakan bukan kerbau sungguhan, melainkan manusia yang berdandan seperti kerbau.

Manusia-manusia yang menjadi kebo-keboan ini akan melumuri tubuhnya dengan cairan hitam yang terbuat dari oli dan arang.

Mereka juga akan memakai tanduk buatan dan lonceng di lehernya.

Selain itu, mereka juga akan menarik bajak dan mengelilingi desa sambil diiringi musik khas Banyuwangi.

Tujuan dari upacara Kebo-Keboan adalah sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah dan sebagai doa agar proses tanam benih untuk tahun depan dapat menghasilkan panen yang lebih baik lagi.

Selain itu, upacara ini juga bertujuan untuk membersihkan desa dari segala kotoran dan penyakit.

Baca Juga: Ketupat Jembut, Tradisi Syawalan Ala Semarang yang Namanya Terinspirasi Ini

Sejarah Kebo-Keboan

Menurut legenda, tradisi Kebo-Keboan bermula dari kisah Buyut Karti, seorang leluhur masyarakat Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi.

Pada abad ke-18, desa ini dilanda wabah penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh manusia. Siapa pun yang terkena penyakit ini akan mati dalam sehari.

Buyut Karti kemudian mendapat wangsit atau petunjuk dari Tuhan untuk menggelar upacara bersih desa.

Selain itu, para petani juga diminta untuk menjelma menjadi seperti kerbau dan membajak sawah dengan cara tradisional.

Hal ini dimaksudkan untuk menghormati kerbau sebagai mitra petani di sawah.

Setelah melakukan upacara tersebut, wabah penyakit pun berakhir dan desa kembali aman dan sejahtera.

Sejak itu, masyarakat Desa Alasmalang menjadikan Kebo-Keboan sebagai tradisi turun-temurun yang dilakukan setiap tahun pada bulan Suro atau Muharram dalam kalender Jawa.

Selain di Desa Alasmalang, tradisi Kebo-Keboan juga berkembang di Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi.

Namun, ada sedikit perbedaan antara kedua desa tersebut. Di Desa Aliyan, orang-orang yang menjadi kebo-keboan dipilih oleh roh leluhur yang kesurupan.

Sedangkan di Desa Alasmalang, orang-orang yang menjadi kebo-keboan dipilih oleh pemuka adat.

Baca Juga: Putin Semringah, Kehadiran Batalion Azov Di Militer Ukraina Jadi Sebabnya, Ada Apa?

Makna Kebo-Keboan

Tradisi Kebo-Keboan memiliki makna filosofis yang mendalam bagi masyarakat Banyuwangi.

Kebo-Keboan merupakan simbol dari hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan Tuhan.

Manusia harus bersyukur atas karunia Tuhan dan menjaga keseimbangan alam dengan cara hidup sederhana dan ramah lingkungan.

Kerbau dipilih sebagai simbol karena hewan ini merupakan tenaga andalan bagi petani di sawah. Kerbau juga melambangkan kesetiaan, dan kekuatan.

Keunikan Kebo-Keboan

Tradisi Kebo-Keboan memiliki keunikan tersendiri yang menarik perhatian banyak orang.

Salah satu keunikan adalah cara para kebo-keboan berdandan dan berperilaku seperti kerbau.

Mereka tidak hanya melumuri tubuhnya dengan cairan hitam, tetapi juga menggerakkan badan dan kepala seperti kerbau.

Mereka juga mengeluarkan suara-suara aneh yang mirip dengan suara kerbau.

Selain itu, keunikan lainnya adalah cara para kebo-keboan menyeret dan melempar penonton ke dalam kubangan lumpur.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk hiburan sekaligus pembersihan diri dari segala penyakit.

Meskipun terlihat kasar dan berbahaya, namun para penonton tidak merasa takut atau marah. Justru mereka merasa senang dan tertawa lepas.

Keunikan lainnya adalah adanya Dewi Sri yang diarak oleh para kebo-keboan.

Dewi Sri adalah dewi kesuburan dan kemakmuran dalam mitologi Jawa. Dia dianggap sebagai pemberi berkah bagi para petani.

Dalam ritual Kebo-Keboan, Dewi Sri diwakili oleh seorang wanita cantik yang memakai pakaian adat dan membawa malai padi.

Malai padi tersebut dipercaya sebagai simbol dari hasil panen yang melimpah.

Pelestarian Kebo-Keboan

Tradisi Kebo-Keboan merupakan salah satu warisan budaya yang harus dilestarikan oleh masyarakat Banyuwangi.

Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai sejarah dan filosofis, tetapi juga memiliki nilai seni dan pariwisata.

Tetapi juga dapat menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk datang dan menyaksikan langsung ritual unik ini.

Salah satu upaya pelestarian tradisi Kebo-Keboan adalah dengan mengikutsertakannya dalam berbagai acara budaya dan festival.

Misalnya, pada tahun 2013, tradisi Kebo-Keboan menjadi salah satu atraksi dalam Banyuwangi Ethno Carnival (BEC).

BEC adalah sebuah karnaval budaya yang menampilkan berbagai kesenian tradisional dari Banyuwangi.