Penulis
Intisari-online.com - Tahukah Anda tentang berbagai benda pusaka yang konon memiliki mitos dengan para pemimpin Indonesia.
Seperti tongkat Presiden Soekarno, hingga tusuk konde yang dikenakan oleh Ibu Tien Soeharto.
Tusuk konde adalah salah satu aksesori rambut yang biasa digunakan oleh wanita Jawa untuk menyematkan sanggulnya.
Namun, tahukah Anda bahwa tusuk konde juga memiliki makna dan sejarah yang mendalam, terutama bagi Ibu Tien Soeharto, istri dari Presiden RI ke-2?
Ibu Tien Soeharto, yang bernama lengkap Raden Ayu Siti Hartinah, adalah sosok wanita yang lemah lembut dan setia mendampingi suaminya selama menjabat sebagai pemimpin Indonesia.
Ia juga dikenal sebagai simbol ibu bagi bangsa Indonesia karena kiprahnya di bidang sosial dan kesejahteraan.
Ibu Tien berasal dari keluarga ningrat yang memiliki garis keturunan dari raja-raja Jawa, khususnya Mangkunegara III.
Oleh karena itu, ia selalu tampil dengan pakaian adat Jawa yang bernuansa elegan dan anggun.
Salah satu ciri khas penampilannya adalah sanggul dengan tusuk konde yang tersemat di rambutnya.
Tusuk konde Ibu Tien bukanlah sembarang tusuk konde.
Menurut banyak sumber, tusuk konde tersebut merupakan pusaka yang menjadi simbol keprabon atau kekuasaan kerajaan.
Baca Juga: Misteri Kematian Ibu Tien Akhirnya Dibongkar Ajudan Soeharto, Ternyata Bukan Karena Peluru Nyasar!
Tusuk konde tersebut diyakini sebagai penjaga stabilitas negara dan dipakai secara turun-temurun oleh generasi kerajaan Jawa.
Selama Ibu Tien mengenakan tusuk konde tersebut, wibawa dan kekuasaan Soeharto sebagai pemimpin negeri ini tetap kuat dan terjaga.
Bahkan, ada cerita menarik yang mengaitkan tusuk konde Ibu Tien dengan seorang pilot berpangkat mayor dari TNI AU.
Pada suatu hari, Soeharto dan Ibu Tien hendak melakukan kunjungan kerja ke luar negeri dengan menggunakan pesawat khusus.
Saat itu, pilot yang bertugas adalah Mayor Penerbang Suryo Prabowo.
Sebelum berangkat, pilot tersebut harus melakukan ritual khusus untuk meminta izin kepada tusuk konde Ibu Tien agar penerbangan berjalan lancar.
Namun, karena terburu-buru dan tidak mengetahui adanya ritual tersebut, pilot tersebut langsung masuk ke kokpit tanpa melakukan ritual terlebih dahulu.
Hal ini membuat para pengawal Soeharto marah dan menampar pilot tersebut di depan penumpang lainnya.
Pilot tersebut merasa malu dan kesal karena perlakuan pengawal tersebut. Ia pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari tugasnya sebagai pilot presiden dan beralih menjadi pilot sipil.
Sayangnya, nasib malang menimpa pilot tersebut. Dalam salah satu penerbangan sipilnya, ia mengalami kecelakaan fatal yang menewaskan dirinya dan seluruh penumpang pesawat.
Banyak orang yang menghubungkan kecelakaan tersebut dengan kutukan dari tusuk konde Ibu Tien.
Mereka percaya bahwa pilot tersebut telah melanggar adat dan menghina pusaka kerajaan yang menjadi penopang kekuasaan Soeharto.
Kisah ini tentu saja tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Namun, hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh tusuk konde Ibu Tien dalam sejarah politik Indonesia.
Tusuk konde Ibu Tien juga dikaitkan dengan runtuhnya masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Ketika Ibu Tien meninggal dunia pada tanggal 28 April 1996, tusuk konde tersebut tiba-tiba raib dan menghilang bak ditelan bumi.
Menurut beberapa penasihat spiritual Soeharto, tusuk konde tersebut tidak menghilang atau moksa, melainkan kembali ke petilasan pertapaan Panembahan Senopati yang dikenal dengan nama Banglampir di Gunung Lanang, Desa Blimbing, Kelurahan Girisekar, Kecamatan Panggang, Gunungkidul, Jawa Tengah.
Banglampir sendiri merupakan tempat yang dikeramatkan karena dipercaya sebagai tempat wahyu keraton untuk Panembahan Senopati sebelum menjadi raja di Kerajaan Mataram.
Setelah mendapatkan wahyu di tempat tersebut, Panembahan Senopati akhirnya berhasil menjadi pemimpin Kerajaan Mataram.
Dengan menghilangnya tusuk konde tersebut, banyak orang yang menganggap bahwa itu merupakan tanda dari berakhirnya legitimasi atau kekuasaan era Orde Baru di Indonesia.
Bahkan, para penasihat spiritualnya yang juga mengetahui betapa hebatnya tusuk konde Ibu Tien tersebut mengatakan bahwa Soeharto harus mengumumkan untuk mundur dari jabatannya, sesuai dengan 'peraturan' tak tertulis dan menjadi syarat dari penjaga tusuk konde itu.
Jika tusuk konde tersebut menghilang, seiring dengan sang pemakainya yang menjadi penopang wangsit keprabon meninggal dunia, maka orang yang ditopang harus segera turun atau mundur dari jabatannya.
Apabila dilanggar, maka fatal akibatnya.
Namun, Soeharto tidak mengindahkan nasihat tersebut dan tetap bertahan di kursi kepresidenan.
Akibatnya, ia harus menghadapi berbagai krisis dan protes yang memuncak pada gerakan reformasi pada tahun 1998.
Soeharto akhirnya terpaksa meletakkan jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998 setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak.
Tusuk konde Ibu Tien memang telah menjadi legenda dalam sejarah Indonesia.
Tusuk konde tersebut menjadi saksi bisu dari naik dan turunnya kekuasaan Soeharto dan pengaruhnya terhadap bangsa ini.
Tusuk konde tersebut juga menjadi bukti dari kekayaan budaya dan tradisi Jawa yang masih melekat dalam masyarakat Indonesia.