Penulis
Perang Suksesi Jawa atau Perang Takhta Jawa berhasil menghancurkan supermasi Mataram Islam langsung dari jantungnya,
Intisari-Online.com -Setidaknya tiga kali Mataram Islam mengalami ganjang-ganjing, perang sudara.
Dari tiga kali perang saudara, perang saudara yang ketiga itu yang paling parah.
Bagaimana tidak, perang saudara itu berhasil memecah Mataram Islam jadi dua, lalu jadi empat.
Perang Saudara itu dikenal sebagai Perang Suksesi Jawa I, II, dan III.
Apa bedanya?
Perang Suksesi Jawa adalah serangkaian konflik yang terjadi di Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-18 akibat persaingan antara para pangeran untuk merebut takhta.
Perang ini melibatkan campur tangan VOC yang ingin menguasai Jawa dan memecah belah kerajaan.
Perang Suksesi Jawa terdiri dari tiga tahap, yaitu:
Perang Suksesi Jawa I (1704-1708)
Perang ini dipicu oleh kematian Amangkurat II pada tahun 1703 dan penobatan putranya, Amangkurat III, sebagai raja baru.
Pangeran Puger, saudara Amangkurat II, tidak puas dengan keputusan ini dan melarikan diri ke Semarang untuk bergabung dengan VOC.
VOC mengakui Puger sebagai Susuhunan Pakubuwana I dan memberinya bantuan militer untuk merebut Kartasura, ibu kota Mataram.
Amangkurat III melawan dengan bantuan Untung Surapati, seorang pemberontak yang menentang VOC.
Perang berlangsung selama empat tahun dan berakhir dengan kemenangan Pakubuwana I yang berhasil mengusir Amangkurat III ke Jawa Timur.
Perang Suksesi Jawa II (1719-1723)
Perang ini dipicu oleh kematian Pakubuwana I pada tahun 1719 dan penobatan putranya, Amangkurat IV, sebagai raja baru.
Pangeran Mangkubumi, saudara Pakubuwana I, tidak puas dengan keputusan ini dan melarikan diri ke Demak untuk bergabung dengan VOC.
VOC mengakui Mangkubumi sebagai Susuhunan Pakubuwana II dan memberinya bantuan militer untuk merebut Surakarta, ibu kota Mataram yang baru.
Amangkurat IV melawan dengan bantuan Cakraningrat IV, seorang adipati dari Madura yang menentang VOC.
Perang berlangsung selama empat tahun dan berakhir dengan kemenangan Pakubuwana II yang berhasil mengusir Amangkurat IV ke Jawa Timur.
Perang Suksesi Jawa III (1747-1757)
Perang ini dipicu oleh kematian Pakubuwana II pada tahun 1747 dan penobatan putranya, Pakubuwana III, sebagai raja baru.
Pangeran Mangkubumi, saudara Pakubuwana II, tidak puas dengan keputusan ini dan melarikan diri ke Yogyakarta untuk bergabung dengan Raden Mas Said, seorang pemberontak yang menentang VOC.
Mangkubumi dan Raden Mas Said membentuk persekutuan yang disebut Giyanti dan memberontak melawan Surakarta dan VOC.
Pakubuwana III melawan dengan bantuan Cina yang menentang Giyanti.
Perang berlangsung selama sepuluh tahun dan berakhir dengan perjanjian damai yang disebut Perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
Perjanjian ini membagi Mataram menjadi dua bagian, yaitu Surakarta di bawah Pakubuwana III dan Yogyakarta di bawah Mangkubumi yang bergelar Hamengkubuwono I.
Dua tahun kemudian, perjanjian lain yang disebut Perjanjian Salatiga membagi Mataram menjadi tiga bagian dengan memberikan wilayah Mangkunegaran kepada Raden Mas Said yang bergelar Mangkunegoro I.