Mengenal Tuna Grahita Kondisi yang Dialami Raden Martapura, Raja Mataram Islam yang Berkuasa Hanya 24 Jam

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Raden Mas Wuryah atau Raden Martapura dan Sultan Agung.

Intisari-online.com - Raden Martapura adalah seorang pangeran yang pernah menjadi raja Mataram hanya selama satu hari pada tahun 1613.

Ia adalah putra dari Panembahan Hanyakrawati dan Ratu Tulungayu asal Ponorogo.

Dia mengalami gangguan syaraf dan tidak mampu memerintah.

Lalu digantikan oleh kakaknya, Raden Mas Jatmika yang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung.

Raden Martapura memiliki nama asli Raden Mas Wuryah. Ia dilahirkan tahun 1605 di Kutagede ibu kota Mataram.

Ayahnya, Raden Mas Jolang, diberi gelar adipati anom (putra mahkota) di masa pemerintahan kakeknya, yaitu Panembahan Senapati.

Sebagai seorang calon raja, ia pernah berjanji pada istrinya, Ratu Tulungayu, jika kelak dirinya menjadi raja, maka putra mereka yang akan dijadikan sebagai adipati anom.

Namun, perkawinan Raden Mas Jolang dengan Ratu Tulungayu tidak juga dikaruniai anak.

Akhirnya, ia memutuskan menikah lagi dengan Dyah Banawati putri Pangeran Benawa.

Dari perkawinannya itu lahir Raden Mas Jatmika pada tahun 1593.

Ketika Raden Mas Jolang sudah naik takhta bergelar Susuhunan Anyakrawati, Ratu Tulungayu baru melahirkan Raden Mas Wuryah pada tahun 1605.

Baca Juga: Kisah Pilu Raden Martapura, Pewaris Sah Takhta Mataram yang Berkuasa Satu Hari Lalu Diganti Sultan Agung

Sayangnya, Raden Mas Wuryah tumbuh menjadi penderita tuna grahita karena perkembangan syarafnya kurang baik.

Ia tidak bisa berbicara dan berpikir dengan normal. Ia juga sering mengamuk dan menyakiti orang lain.

Membuatnya hidup dalam pengawasan ketat dan tidak diperbolehkan keluar dari istana.

Susuhunan Anyakrawati meninggal dunia pada tahun 1613 saat berburu di hutan Krapyak.

Ia sempat berwasiat supaya takhta Mataram diserahkan kepada Raden Mas Jatmika.

Karena ia pernah berjanji pada Ratu Tulungayu, maka Raden Mas Wuryah harus dijadikan raja selama satu hari terlebih dahulu, sebagai pemenuhan janji.

Raden Mas Wuryah pun naik takhta dan memerintah selama satu hari.

Namun, ia tidak tahu apa-apa tentang urusan negara. Ia hanya duduk diam di singgasana tanpa mengeluarkan suara.

Para pejabat dan rakyat pun bingung dan gelisah melihat raja yang tidak kompeten.

Kemudian takhtanya digantikan oleh Raden Mas Jatmika yang bergelar Anyakrakusuma alias Sultan Agung.

Sultan Agung adalah seorang raja yang bijaksana dan berwibawa.

Baca Juga: Geger Pecinan Bikin Mataram Islam Pindah Istana Untuk Kali Kelima

Ia berhasil memperluas wilayah Mataram hingga mencapai puncak kejayaannya.

Sementara itu, Raden Martapura kembali ke kehidupannya yang menyedihkan.

Ia tidak mendapat perhatian dan kasih sayang dari keluarga dan kerabatnya. Ia hanya dianggap sebagai beban dan aib bagi keraton.

Raden Martapura meninggal dunia pada tahun 1620 dalam usia 15 tahun.

Kemudian dimakamkan di desa Tegalrejo dekat Yogyakarta. Makamnya tidak terawat dan sering dilupakan oleh orang-orang.

Raden Martapura adalah salah satu contoh dari nasib tragis yang dialami oleh seorang pangeran yang tidak beruntung.

Ia tidak bisa menikmati kehidupan sebagai seorang bangsawan maupun sebagai manusia normal.

Artikel Terkait