Berani Lawan VOC Belanda, Ini Alasan Sultan Agung Diangkat Jadi Pahlawan Nasional

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Ada beberapa alasan yang melatari diangkatnya Sultan Agung sebagai Pahlawan Nasional. Yang utama adalah keberaniannya melawan VOC Belanda di Batavia.

Ada beberapa alasan yang melatari diangkatnya Sultan Agung sebagai Pahlawan Nasional. Yang utama adalah keberaniannya melawan VOC Belanda di Batavia.

Intisari-Online.com -Pada 3 November 1975, melalui sebuah surat keputusan Presiden Soeharto menetapkan Sultan Agung, mantan raja Mataram Islam, sebagai Pahlawan Nasional.

Apa pertimbangan sosok yang dua kali kalah melawan VOC di Batavia itu diangkat sebagai Pahlawan Nasional?

Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah sultan ketiga dari Kesultanan Mataram yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645.

Pria bernama asli Raden Mas Jatmiko itu adalah seorang raja yang tangkas, cerdas, dan taat agama.

Dia juga seorang senapati ing ngalaga (panglima perang) yang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup hampir seluruh Pulau Jawa.

Salah satu perjuangan terbesarnya adalah melawan VOC di Batavia, yang merupakan pusat kolonialisme Belanda di Nusantara.

Sultan Agung lahir dengan nama Raden Mas Jatmika pada tahun 1593 di Kutagede, Mataram.

Dia adalah putra dari Susuhunan Anyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati.

Jatmika mendapatkan pendidikan agama dari beberapa wali, terutama Sunan Kalijaga, yang menjadi guru dan penasehatnya.

Dia juga belajar ilmu pemerintahan, militer, dan budaya dari para abdi dalem dan ulama di istana.

Sultan Agung memiliki dua permaisuri utama, yaitu Kanjeng Ratu Kulon, putri dari Sultan Cirebon, dan Kanjeng Ratu Wetan, putri dari Adipati Batang.

Dari kedua permaisuri ini, ia memiliki dua putra yang kelak menjadi penerusnya, yaitu Pangeran Alit dan Amangkurat I.

Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 menggantikan ayahnya yang meninggal.

Sejak awal pemerintahannya, ia berambisi untuk menyatukan seluruh Pulau Jawa di bawah kekuasaan Mataram.

Ia melakukan berbagai ekspedisi militer untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga, seperti Surabaya, Madura, Pasuruan, Tuban, Gresik, Demak, Cirebon, Banten, dan Pajajaran.

Ia juga mengirim utusan ke Bali dan Lombok untuk menjalin hubungan diplomatik.

Salah satu lawan terberat Sultan Agung adalah VOC, yang telah mendirikan benteng di Batavia sejak tahun 1619.

VOC merupakan perusahaan dagang Belanda yang memiliki monopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

VOC juga berusaha untuk menguasai daerah-daerah yang kaya sumber daya alam dan strategis secara geopolitik.

Sultan Agung menganggap VOC sebagai ancaman bagi kedaulatan dan kesejahteraan rakyatnya.

Sultan Agung melakukan dua kali penyerangan besar-besaran terhadap Batavia pada tahun 1628 dan 1629.

Namun, kedua penyerangan ini gagal karena berbagai faktor, seperti kurangnya persediaan logistik, adanya penyakit malaria di antara pasukan Mataram, dan adanya bantuan dari kapal-kapal perang Belanda.

Meskipun demikian, penyerangan ini berhasil melemahkan VOC secara ekonomi dan politik.

Sultan Agung tidak hanya dikenal sebagai pejuang yang gigih melawan penjajah Belanda.

Ia juga dikenal sebagai budayawan dan filsuf yang meletakkan pondasi Kajawen (budaya Jawa).

Ia menciptakan kalender Jawa yang masih digunakan hingga kini.

Ia juga membangun beberapa candi dan masjid yang megah, seperti Candi Borobudur dan Masjid Agung Demak.

Ia juga mengembangkan seni pertunjukan wayang kulit dan gamelan.

Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 di Karta, Mataram dan dimakamkan di Astana Kasultan Agungan (Makam Imogiri) yang dibangunnya sendiri.

Sultan Agung digantikan oleh putranya yang bernama Amangkurat I.

Namun, pemerintahan Amangkurat I tidak seberhasil ayahnya.

Dia menghadapi berbagai pemberontakan dari rakyat dan para bupati yang tidak puas dengan kebijakannya.

Amangkurat I juga harus berhadapan dengan VOC yang semakin agresif dan licik.

Akhirnya, Mataram mengalami kemunduran dan terpecah menjadi dua kerajaan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Sultan Agung adalah salah satu tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah Indonesia.

Dia dianggap sebagai pahlawan nasional Indonesia karena jasa-jasanya sebagai pejuang, budayawan, dan filsuf.

Sultan Agung ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Namanya terpatri di beberapa tempat dan institusi sepertinama jalan, nama universitas, dan nama stadion.

Artikel Terkait