Penulis
Radin Intan II mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada 1979 karena kegigihannya dalam melawan penjajah Belanda.
Intisari-Online.com -Radin Intan II sudah melawan Belanda ketika usianya masih 16 tahun.
Bisa dibilang, itu adalah perlawanan pertama rakyat Lampung dalam 15 tahun setelah kematian Radin Imba Kusuma, ayah Radin Intan II.
Radin Intan II lahir pada1 Januari 1834 dan meninggal pada 5 Oktober 1858.
Dia adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Lampung.
Ia memimpin perlawanan rakyat Lampung terhadap penjajahan Belanda yang ingin menguasai wilayah Lampung sebagai penghasil lada.
Namanya diabadikan sebagai nama bandara, perguruan tinggi, dan halte busway di Lampung.
Radin Intan II adalah putra tunggal dari Radin Imba Kusuma atau Radin Imba II, yang merupakan putra sulung dari Radin Intan I gelar Dalam Kesuma Ratu IV.
Radin Intan I adalah seorang pemimpin Kebandaran Keratuan Lampung yang berjuang melawan Belanda pada tahun 1828-1834.
Radin Intan I disebut masih keturunan dari Sunan Gunung Jati, salah satu wali Songo yang menyebarkan Islam di Jawa Barat dan Banten.
Saat Radin Intan II lahir tahun 1834, ayahnya Radin Imba II ditangkap Belanda dan dibuang ke Pulau Timor.
Radin Imba II ditangkap dan diasingkan karena memimpin perlawanan bersenjata menentang kehadiran Belanda yang ingin menjajah Lampung.
Istrinya yang sedang hamil tua, Ratu Mas, tidak dibawa ke pengasingan bersamanya.
Pemerintahan Kebandaran Keratuan Lampung dijalankan oleh Dewan Perwalian yang dikontrol oleh Belanda.
Radin Intan II tidak pernah mengenal ayah kandungnya tersebut, tetapi ibunya selalu menceritakan perjuangan ayahnya.
Saat dinobatkan sebagai Negara Ratu (pemimpin) pada tahun 1850, Radin Intan II melanjutkan berjuang memimpin rakyat di daerah Lampung Selatan untuk mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayahnya.
Perjuangan Radin Intan II terhadap Belanda didukung secara luas oleh rakyat Lampung Selatan dan mendapatkan bantuan dari daerah lain
Salah satunya adalah Banten, lewat tokohWakhia, seorang tokoh Banten yang pernah melakukan perlawanan terhadap Belanda dan kemudian menyingkir ke Lampung.
Radin Intan II mengangkat H. Wakhia sebagai penasihatnya.
H. Wakhia menggerakkan perlawanan di daerah Semaka dan Sekampung dengan menyerang pos-pos militer Belanda.
Tokoh lain yang juga menjadi pendukung utama Radin Intan II adalah Singa Beranta, Saibatin Marga Rajabasa.
Singa Beranta adalah seorang panglima perang yang memimpin benteng Bendulu, salah satu benteng pertahanan rakyat Lampung.
Radin Intan II sendiri memimpin benteng Ketimbang, benteng utama rakyat Lampung.
Benteng-benteng ini dipersenjatai dengan meriam, lila (senapan), dan senjata tradisional.
Bahan makanan seperti beras dan ternak disiapkan dalam benteng untuk menghadapi perang yang diperkirakan akan berlangsung lama.
Semua benteng tersebut terletak di punggung gunung yang terjal, sehingga sulit dicapai musuh.
Melihat munculnya kembali perlawanan di daerah Lampung Selatan setelah reda selama enam belas tahun, pada tahun 1851 Belanda mengirim pasukan dari Batavia untuk menumpas perlawanan Radin Intan II dan pasukannya.
Belanda mengirim ultimatum kepada Radin Intan II agar paling lambat dalam waktu lima hari ia dan seluruh pasukannya menyerahkan diri.
Bila tidak, Belanda akan melancarkan serangan.
Singaberanta pun dikirimi surat yang mengajaknya untuk berdamai. Sambil menunggu jawaban dari Radin Intan II dan Singaberanta, pasukan Belanda mengadakan konsolidasi dan persiapan untuk menyerang benteng-benteng rakyat Lampung.
Radin Intan II dan Singaberanta menolak tawaran Belanda dan bersiap-siap untuk berperang.
Mereka membagi pasukan menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama dipimpin oleh Radin Intan II sendiri, yang bertugas menghadapi pasukan Belanda yang datang dari arah Teluk Betung.
Kelompok kedua dipimpin oleh Singaberanta, yang bertugas menghadapi pasukan Belanda yang datang dari arah Kalianda.
Pertempuran sengit terjadi antara pasukan rakyat Lampung dengan pasukan Belanda.
Pasukan rakyat Lampung berjuang dengan gagah berani dan pantang menyerah.
Mereka menggunakan senjata api maupun senjata tradisional seperti tombak, parang, dan keris.
Mereka juga menggunakan taktik perang gerilya dengan memanfaatkan medan yang sulit dan hutan-hutan lebat.
Namun, pasukan Belanda memiliki keunggulan dalam hal persenjataan, jumlah, dan logistik.
Mereka menggunakan meriam, senapan laras panjang, dan mortir yang memiliki jangkauan lebih jauh dan akurat.
Mereka juga mendapat bantuan dari kapal-kapal perang yang menembaki benteng-benteng rakyat Lampung dari laut.
Akhirnya, setelah berlangsung selama lima tahun, perlawanan rakyat Lampung dipatahkan oleh Belanda.
Benteng demi benteng jatuh ke tangan Belanda.
Radin Intan II gugur dalam pertempuran di benteng Ketimbang pada tanggal 5 Oktober 1858.
Singaberanta juga gugur dalam pertempuran di benteng Bendulu pada tanggal 10 Oktober 1858.
Meskipun perlawanan rakyat Lampung tidak berhasil mengusir Belanda dari wilayahnya, namun perjuangan Radin Intan II dan para pejuang lainnya tetap menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.
Radin Intan II diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berani melawan penjajahan Belanda.
Pada tanggal 9 November 1973, Presiden Soeharto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Radin Intan II melalui Keputusan Presiden Nomor 063/TK/Tahun 1973.
Selain itu, nama Radin Intan II juga diabadikan sebagai nama Bandar Udara Radin Inten II di Lampung Selatan, Universitas Raden Intan Lampung di Bandar Lampung, dan Halte Flyover Raden Inten (Transjakarta) di Jakarta Timur.
Radin Intan II adalah sosok pahlawan muda yang patut dicontoh oleh generasi muda Indonesia saat ini.