Penulis
Intisari-online.com - Siapa sangka militer Indonesia memiliki sejarah mentereng ketika bertempur dengam militer elit dunia dari Inggris.
Salah satu pertempuran paling berdarah dan brutal dalam sejarah Indonesia adalah saat pasukan khusus Kopassus menghadapi pasukan elit Inggris, Spesial Air Service (SAS), di hutan Kalimantan.
Pertempuran ini terjadi pada bulan April 1965, ketika Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Malaysia yang didukung oleh Inggris.
SAS adalah pasukan khusus yang terkenal dengan kemampuan tempur dan penyusupan di berbagai medan.
Mereka juga memiliki reputasi sebagai pasukan yang tangguh dan tidak mudah menyerah.
SAS dikirim ke Kalimantan untuk membantu tentara Malaysia menghadapi serangan dari Indonesia.
Kopassus adalah pasukan khusus TNI AD yang memiliki keahlian dalam operasi khusus, seperti sabotase, intelijen, antiteror, dan peperangan gerilya.
Kopassus juga memiliki pengalaman bertempur di berbagai wilayah, seperti Irian Barat, Kongo, dan Papua.
Kopassus dikirim ke Kalimantan untuk melakukan misi khusus menghancurkan pos musuh di perbatasan.
Pertempuran terjadi di Desa Mapu, Long Bawan, perbatasan Kalimantan Barat dan Sabah Malaysia.
Di desa ini, terdapat pos terdepan tentara Inggris yang dijaga oleh satu kompi British paratrooper dan beberapa orang SAS.
Pos ini sering digunakan untuk menyusup ke wilayah Indonesia dan melakukan gangguan.
Kopassus yang ditempatkan di Balai Karangan, sekitar 1 km dari Desa Mapu, menyiapkan rencana dan strategi untuk menyerang pos tersebut.
Mereka membagi diri menjadi tiga kelompok: kelompok penyerang, kelompok pengalih perhatian, dan kelompok penutup.
Kelompok penyerang dipimpin oleh Letnan Satu Slamet Riyadi, yang merupakan komandan batalion 2 RPKAD (sekarang Grup 2 Kopassus).
Kelompok ini berjumlah 30 orang yang dilengkapi dengan senjata ringan dan granat. Mereka bertugas untuk menyerbu pos musuh dari arah depan.
Kelompok pengalih perhatian dipimpin oleh Letnan Dua Sutrisno. Kelompok ini berjumlah 20 orang yang dilengkapi dengan senapan mesin dan mortir.
Mereka bertugas untuk menembaki pos musuh dari arah samping kiri dan kanan, sehingga musuh tidak bisa berkonsentrasi.
Kelompok penutup dipimpin oleh Letnan Dua Suyono. Kelompok ini berjumlah 10 orang yang dilengkapi dengan senapan runduk dan radio komunikasi.
Mereka bertugas untuk memberikan dukungan tembakan jarak jauh dan menghubungi markas jika ada situasi darurat.
Pada tanggal 28 April 1965, sekitar pukul 04.00 WIB, serangan dimulai. Kelompok pengalih perhatian mulai menembaki pos musuh dari arah samping dengan senapan mesin dan mortir.
Suara tembakan membuat tentara Inggris kaget dan bingung. Mereka tidak tahu dari mana datangnya serangan.
Sementara itu, kelompok penyerang bergerak diam-diam menuju pos musuh dari arah depan. Mereka memanfaatkan gelapnya malam dan lebatnya hutan untuk menyelinap tanpa terdeteksi.
Mereka juga menggunakan kode morse dengan senter untuk berkomunikasi satu sama lain.
Ketika mereka sudah dekat dengan pos musuh, mereka melemparkan granat ke dalam pos tersebut.
Ledakan granat menimbulkan api dan asap yang menyala-nyala.
Beberapa prajurit Kopassus yang sudah masuk ke pos harus melakukan pertempuran jarak dekat yang menegangkan.
Dua prajurit Kopassus terkena tembakan dan gugur.
Namun rekan mereka terus merangsek masuk dan berhasil menewaskan beberapa tentara Inggris dan melukai sebagian besar lainnya.
Tentara Inggris yang tersisa hanya bisa bertahan sampai peluru terakhir mereka habis karena mereka telah terkepung.
Diantara yang terbunuh dalam pertempuran jarak dekat yang brutal tersebut adalah seorang anggota SAS.
Ini adalah korban SAS pertama yang tewas ditangan tentara dari ASEAN.
Pertempuran itu sendiri berakhir saat matahari mulai meninggi.