VOC Tertipu Hoaks Harta Karun Emas Gunung Gede, 30 Ribu Petani Terusir Dari Tanahnya Demi Pekerjaan Sia-sia

Moh. Habib Asyhad

Penulis

VOC ternyata pernah tertipu hoaks harta karun emas di Gunung Gede. Sekompi pasukan dikirim khusus untuk menggali harta karun tersebut.

VOC ternyata pernah tertipu hoaks harta karun emas di Gunung Gede. Sekompi pasukan dikirim khusus untuk menggali harta karun tersebut.

Intisari-Online.com -Ini adalah ketika kongsi dagang paling kaya di dunia VOC tertipu hoaks harta karun emas di Gunung Gede.

Kabar itu datangnya dari mata-mata mereka yang menyebut, ada harta karun berjumlah besar di pedalaman.

Mata-mata itu menambahi, harta karun itu berupa emas dan perak.

Lokasinya di selatan Gunung Salak, Gunung Gede, dan Gunung Parang.

Gunung-gunung itu memang terlihat jelas dari Batavia yang belum tercemar oleh asap knalpot dan cerobong pabrik ketika itu.

Tapi untuk mencapainya, sulit bukan kepalang.

Lokasi itu akhirnya bisa dicapai ketika VOC dipimpin olehGubemur Jenderal Zwaardecroon.

Orang yang ditugaskan dalam misi menggali harta karun itu adalah seorang anggota Raad Ordinair Dirk Durven.

Durven sejatinya orang dengan profil buruk.

Dia adalah seorang petualang sekaligus pembual yang mengakumempunyai banyak pengetahuan tentang beragam hal.

Konon ia juga mempunyai hobi dalam ilmu kimia.

Tetapi karena persahabatannya dengan Zwaardecroon-lah ia berhasil mendapat tugas untuk memimpin tugas penjelajahan ke Gunung Parang.

Dalam perjalanan itu Durven disertai oleh bekas pekerja-pekerja tambang yang menjadi serdadu VOC di garnisun Batavia, pengukur tanah dan penunjuk jalan.

Juga tak lupa diberi kawalan militer yang cukup, mengingat mereka harus melewati daerah-daerah di luar kekuasaan Kompeni.

Setelah beberapa kali tersesat dan mengalami banyak kesukaran, mereka akhirnya mencapai daerah yang dituju.

Gunung yang dari jauh menarik perhatian karena bentuknya yang khas itu menjulang dari tengah dataran yang rata.

Di kaki gunung Parang itu mereka menemukan sejumlah terowongan tambang yang tak terpakai lagi.

Sehingga orang mengambil kesimpulan bahwa dulu memang pernah ada yang mengusahakan penggalian bahan tambang dari sini. Kalau begitu berita mata-mata itu benar, tentunya.

Pekerjaan membuka tambang di daerah ini merupakan pekerjaan yang berat, karena daerah sekelilingnya masih hutan rimba tak berpenghuni manusia.

Sehingga semua perbekalan seperti makanan, alat-alat pertambangan dan perlengkapan lain harus dibawa dari Jakarta melewati daerah-daerah yang hampir tak dapat ditembus.

Juga tenaga kerjanya harus didatangkan dari tempat lain.

Sesuai dengan kebiasaan Kompeni, mereka main perintah saja.

Bupati Karawang diperintahkan mengerahkan rakyat makin lama makin banyak. Kemudian bahkan sampai didatangkan rakyat dari daerah Bandung.

Terowongan-terowongan yang digali dengan kerja paksa itu makin dalam: setiap waktu mereka berharap dapat tiba-tiba menjumpai lapisan emas yang digandrungi itu.

Tetapi hari besar itu tetap tak kunjung tiba, mimpi mereka tetap mimpi hampa belaka.

Sementara itu Dirk Durven rajin mengirimkan laporan-laporan bagus kepada pucuk pimpinan Kompeni yang bersifat Asal Bapak Senang.

Antara lain bahwa ia telah mendaki dan menyelidiki gunung Gede ternyata menurut laporan ahli di dalam gunung itu terdapat ganggang terdiri dari emas murni.

Sebenarnya Durven hanya ingin menarik perhatian sebanyak mungkin pada dirinya, agar dapat memenuhi ambisinya untuk naik terus di jenjang kekuasaan.

Dalam pada itu pekerjaan menambang diperluas sampai beberapa kilometer di sekitarnya, antaranya ke bukit Pasir Angin.

Setelah lama menggali dan dengan korban rakyat yang tak sedikit, emas yang dicari itu belum juga mau menampakkan diri.

Ahli yang didatangkan dari negeri Belanda bernama Balman membuat laporan yang tak kalah bagusnya.

Dia mengatakan, dari contoh-contoh yang beratnya 100 pon dapat dihasilkan emas seharga f 1,15.

Belakangan ternyata bahwa contoh bijih itu berasal dari pegunungan Harz.

Akhirnya karena hasilnya hanya kertas-kertas laporan saja dan bukan harta karun yang diharapkan, Kompeni memanggil kembali Durven dan pekerjaan dihentikan.

Kegagalan Durven ialah antaranya karena ia sebenarnya tak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang pertambangan.

Lagipula dia dan orang-orangnya tak mengerti bahasa rakyat setempat, sehingga sering mendapat informasi-informasi yang keliru.

Tetapi barangkali faktor yang paling menentukan ialah bahwa di tempat itu memang tidak ada emas.

Yang menjadi korban dari kisah petualangan ini adalah rakyat Jawa Barat.

Sekitar 30.000 orang petani dipaksa meninggalkan sawah ladangnya untuk melakukan pekerjaan sia-sia itu, sehingga timbul bahaya kelaparan.

Bagi Durven sendiri, petualangannya bukan sama sekali gagal, ternyata bahwa dari tahun 1729- 1732 ia berhasil naik ke puncak jenjang kekuasaan Kompeni, yakni menjadi Gubernur Jenderal.

Sedangkan di Gunung Parang memang tak pernah ada emasnya.

Mungkin para mata-mata Kompeni itu pernah mendengar bahwa dulu pernah ada orang-orang Cina yang membuat tambang di sana.

Tetapi agaknya yang ditambang bukan emas atau perak, melainkan timah hitam.

Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan Belanda sebelum Perang Pasifik, memang ada deposit timah hitam cukup besar di daerah itu.

Dan dalam tahun tigapuluhan memang pernah ada usaha penambangan oleh perusahaan pertambangan Hindia Belanda.

Apakah deposit timah hitam di sana cukup besar untuk bisa diusahakan secara ekonomis dan apakah pemerintah kita sudah mengadakan ekplorasi kembali ke tempat itu, belum diperoleh keterangan.

Artikel Terkait