Find Us On Social Media :

Mengungkap Kesaktian Pasukan Hantu Dayak Bersenjata Sumpit Beracun, yang Konon Ditakuti Oleh Tentara Belanda

By Afif Khoirul M, Minggu, 9 April 2023 | 16:10 WIB

Ilustrasi - Suku Dayak yang konon ditakuti tentara Belanda.

Pasukan hantu Dayak tidak hanya berperang melawan Belanda, tetapi juga melawan Jepang dan Indonesia.

Pada masa pendudukan Jepang, pasukan hantu Dayak juga melakukan perlawanan bersenjata.

Mereka menolak untuk bekerja paksa atau romusha yang diperintahkan oleh Jepang. Mereka juga menolak untuk menyerahkan hasil bumi mereka kepada Jepang.

Salah satu tokoh pejuang Dayak yang berperan dalam perlawanan terhadap Jepang adalah Ngabe Anom Soekah.

Ia adalah kepala kampung Pahandut yang berasal dari suku Dayak Ngaju. Ia juga dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, berani dan memiliki kepedulian sosial tinggi.

Selain itu, ia juga memiliki kemampuan spiritual yang tinggi dan dihormati oleh masyarakat Dayak.

Ngabe Anom Soekah memimpin pasukan hantu Dayak untuk melawan Jepang dengan cara gerilya.

Ia menggunakan sumpit beracun dan mandau sebagai senjata utamanya.

Kemudian, ia juga mengandalkan ilmu gaib dan mantra untuk melindungi diri dan pasukannya dari peluru Jepang. Konon, pasukannya kebal peluru dan bisa menghilang di tengah pertempuran1.

Perlawanan Ngabe Anom Soekah berhasil membuat Jepang kewalahan dan takut. Banyak tentara Jepang yang tewas karena terkena sumpit beracun atau mandau.

Bahkan, ada cerita bahwa Ngabe Anom Soekah berhasil membunuh seorang perwira senior Jepang bernama Mayor Yamamoto dengan sumpit beracun.

Perlawanan Ngabe Anom Soekah berakhir pada tahun 1944, ketika ia ditangkap oleh tentara Jepang di kampungnya.

Ia dibawa ke Palangka Raya dan disiksa secara brutal oleh Jepang. Ia meninggal dunia akibat penyiksaan tersebut pada tahun 1945.

Setelah kemerdekaan Indonesia, pasukan hantu Dayak juga terlibat dalam beberapa konflik bersenjata dengan pemerintah Indonesia.

Salah satu konflik terbesar adalah Perang Majang Desa yang terjadi pada tahun 1862-1865.

Perang ini dipicu oleh kebijakan Belanda yang mengenakan pajak kepada rakyat Dayak dan mengganggu hak-hak adat mereka.

*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai