Mental Baja Presiden Soekarno Mengguncang Dunia dengan Aksi Gertakannya di Sidang Umum PBB

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Sidang PBB dan Presiden Soekarno.

Intisari-online.com - Pasca merdeka, Indonesia kemudian bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Kemudian ikut serta dalam rapat PBB, bersama dengan petinggi-petinggi negara di dunia.

Pada tanggal 30 September 1960, Presiden Republik Indonesia pertama, Soekarno, berdiri di depan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-15 di New York, Amerika Serikat.

Dia membawa sebuah naskah pidato yang berjudul "Membangun Dunia Kembali (To Build The World A New)" yang berisi kritik pedas terhadap ketidakadilan dan ketidakberesan dunia saat itu.

Dalam pidato yang berlangsung selama dua jam itu, Soekarno mengecam imperialisme dan kolonialisme yang masih merajalela di Asia dan Afrika.

Dia juga menantang dua blok besar yang saling bermusuhan, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet, untuk menghentikan perlombaan senjata nuklir dan mengutamakan perdamaian.

Dia juga mengejek PBB sebagai lembaga yang gagal melindungi hak-hak bangsa-bangsa yang tertindas dan menghindari perang.

Soekarno tidak hanya mengkritik, tetapi juga menawarkan solusi.

Dia memperkenalkan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia yang dapat menjadi inspirasi bagi dunia.

Dia menjelaskan makna dari lima sila Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dia mengatakan bahwa Pancasila adalah hasil dari perjuangan dan pengorbanan rakyat Indonesia selama berabad-abad melawan penjajahan.

Baca Juga: Dari Sultan Agung Hingga Presiden Soekarno, Ini Mitos Hubungan Nyi Roro Kidul dengan Raja-Raja Jawa

Dia juga menegaskan bahwa Pancasila bukanlah chauvinisme atau fanatisme, tetapi adalah sikap toleran dan terbuka terhadap perbedaan agama, ras, budaya, dan ideologi.

Dia juga menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan tidak memihak kepada salah satu blok.

Pidato Soekarno itu mengguncang dunia. Banyak pemimpin dan delegasi negara-negara yang hadir terkesima dan terpukau oleh keberanian dan kecerdasan Soekarno.

Banyak pula yang merasa tersentil dan tersinggung oleh kata-kata Soekarno yang tajam dan berapi-api.

Pidato Soekarno di sidang umum PBB pada 1960 itu menimbulkan berbagai reaksi dari dunia internasional.

Beberapa negara menyambut baik pidato Soekarno sebagai suara hati nurani dunia yang mengingatkan akan pentingnya perdamaian dan kemanusiaan.

Beberapa negara lain merasa tersindir dan terancam oleh pidato Soekarno yang mengecam imperialisme dan kolonialisme.

Salah satu negara yang memberikan respons positif terhadap pidato Soekarno adalah India. Perdana Menteri India saat itu, Jawaharlal Nehru, mengirimkan surat pribadi kepada Soekarno yang memuji pidato Soekarno sebagai pidato yang luar biasa dan berani.

Nehru juga mengatakan bahwa pidato Soekarno telah menyentuh hati banyak orang di dunia.

Negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka atau sedang berjuang untuk merdeka juga memberikan dukungan dan solidaritas kepada Soekarno.

Mereka menganggap pidato Soekarno sebagai representasi dari aspirasi dan harapan mereka untuk hidup bebas dari penjajahan dan eksploitasi.

Baca Juga: Kisah Makam Iman Al-Bukhari di Uni Soviet dan Kontroversinya dengan Kisah Presiden Soekarno

Mereka juga menghormati Soekarno sebagai pemimpin yang berwibawa dan berpengaruh di kawasan.

Namun, tidak semua negara menyukai pidato Soekarno. Salah satu negara yang memberikan respons negatif terhadap pidato Soekarno adalah Amerika Serikat.

Presiden Amerika Serikat saat itu, Dwight D. Eisenhower, merasa tersinggung dan marah oleh pidato Soekarno yang menantang kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang mendukung blok Barat dalam Perang Dingin.

Eisenhower juga merasa tidak senang dengan sikap Soekarno yang bersahabat dengan Uni Soviet dan China Komunis.

Eisenhower bahkan menolak untuk bertemu dengan Soekarno saat Soekarno berkunjung ke Washington D.C. setelah pidato di PBB. Eisenhower hanya mengutus wakilnya, Richard Nixon, untuk menerima Soekarno.

Nixon pun tidak menyembunyikan ketidaksukaannya terhadap Soekarno. Dia bahkan mencoba untuk meyakinkan Soekarno untuk bergabung dengan blok Barat dan meninggalkan Pancasila.

Soekarno tidak terpengaruh oleh sikap Eisenhower dan Nixon. Dia tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Pancasila dan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

Dia juga tetap menjalin hubungan baik dengan Uni Soviet dan China Komunis, serta negara-negara lain yang bersimpati dengan Indonesia.

Pidato Soekarno di sidang umum PBB pada 1960 itu menjadi titik balik dalam sejarah Indonesia dan dunia.

Pidato itu menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang berdaulat, berdikari, dan berwibawa di mata dunia.

Pidato itu juga menunjukkan bahwa Pancasila adalah falsafah hidup yang dapat menjadi inspirasi bagi dunia yang sedang dilanda ketegangan dan konflik.

Namun demikian, pidato Soekarno itu menjadi salah satu pidato yang paling bersejarah dan berpengaruh dalam sejarah sidang umum PBB.

Pidato Soekarno itu juga menjadi saksi akan kebesaran dan kejayaan Indonesia di mata dunia.

Soekarno berhasil menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang berdaulat, berdikari, dan berwibawa.

Soekarno juga berhasil menyuarakan aspirasi dan harapan bangsa-bangsa Asia dan Afrika yang sedang berjuang untuk kemerdekaan dan kemajuan.

Soekarno juga berhasil menawarkan Pancasila sebagai alternatif bagi dunia yang sedang dilanda ketegangan dan konflik.

Pidato Soekarno itu adalah kisah heroik seorang pemimpin yang berani menggertak dunia dengan aksi gertakannya di sidang umum PBB.

*Artikel ini dibuat dengan bantuan Ai