Punya Metode Yang Beda, Bagaimana Keterkaitan Ilmu Sejarah Dan Ilmu Sosial?

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Punya metode penelitian yang berbeda, apa keterkaitan ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya?

Punya metode penelitian yang berbeda, apa keterkaitan ilmu sejarah dan ilmu-ilmu sosial lainnya?

Intisari-Online.com -Pada dasarnya ilmu sejarah berbeda dengan ilmu sosial lainnya.

Sejarah atau ilmu sejarah bersifat diakronis, memanjang dalam waktu tapi terbatas dalam ruang.

Itulah kenapa dalam penelitian sejarah sangat ditekankan babakan waktu dan kronologi.

Sementara ilmu sosial lain bersifat sinkronis, meluas dalam ruang tapi terbatas dalam waktu.

Persoalan pembabakan waktu itu membedakan sejarah dengan ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi, ilmu politik, dan lain sebagainya.

Ciri-ciri cara berpikir diakronik ala sejarah:

- Bersifat vertikal

- Lebih menekankan pada proses durasi

- Cakupan kajian atau pembahasan lebih luas

- Mengurai pembahasan pada satu peristiwa

- Mengkaji masa peristiwa yang satu dengan yang lain

- Terdapat konsep perbandingan

Ciri-ciri berpikir sinkronik:

- Bersifat horizontal

- Tidak memiliki konsep perbandingan

- Bersifat kronologis

- Mengkaji peristiwa sejarah pada masa tertentu

- Jangkauan lebih sempit

- Kajian lebih terstruktur

- Kajian yang sistematis

- Kajian lebih mendalam dan serius

Meski ada perbedaan, ilmu sejarah dan ilmu sosial lainnya saling berkaitan dan mendukung.

Hal ini bisa kita lihat dalam karya-karya sejarah kontemporer, seperti Pemberontakan Petani Banten 1888 atau Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris Madura 1850-1940.

Dalam karya-karya itu kita bisa melihat bagaimana seorang peneliti sejarah sangat membutuhkan ilmu-ilmu sosial sebagai alat bantu menganalisis sebuah peristiwa.

Bagaimanapun juga, baik ilmu sejarah maupun ilmu sosial-humaniora lain punya objek kajian yang sama: manusia dan lingkungan.

Karena itulah, ilmu sejarah dan ilmu sosial saling membutuhkan.

Di Indonesia, salingketergantungan ilmu sejarah dan ilmu sosial dipelopori oleh Sartono Kartodirjo, sejarawan dari Universitas Gadjah Mada.

Artikel Terkait