Penulis
Intisari-Online.com -Larantuka, sebuah kota di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, terkenal sebagai tempat penyelenggaraan Semana Santa, sebuah tradisi Katolik yang memperingati penderitaan dan kematian Yesus Kristus.
Namun, tahukah Anda bahwa Larantuka juga memiliki sejarah yang menarik sebagai satu-satunya kerajaan Katolik di Nusantara?
Kerajaan Larantuka didirikan pada abad ke-14 M dan berkuasa hingga abad ke-19 M. Kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Portugis yang membawa agama Kristen ke wilayahnya.
Kerajaan ini juga menjadi pusat perdagangan kayu cendana yang sangat diminati oleh Eropa. Namun, kejayaan Kerajaan Larantuka berakhir ketika Belanda mengalahkan Portugis dan mengambil alih wilayahnya.
Artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang asal-usul, perkembangan, dan kemunduran Kerajaan Larantuka yang pernah menjadi kerajaan Katolik pertama di Nusantara.
Perayaan Tri Hari Suci dan Tradisi Semana Santa di Larantuka
Larantuka, kota kecil di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, menjadi pusat perhatian umat Katolik setiap tahunnya saat memasuki pekan suci menjelang Paskah.
Ribuan peziarah dari berbagai daerah di Indonesia maupun mancanegara datang ke Larantuka untuk mengikuti prosesi Semana Santa, sebuah tradisi yang diwariskan sejak lima abad yang lalu.
Semana Santa Larantuka dikenal juga dengan Hari Bae Nagi yang berarti hari besar bagi umat Katolik.
Perayaan ini dimulai pada Rabu Trewa (Rabu Abu), saat patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (Yesus Kristus) dibuka dari tabut kayu dan diperlihatkan kepada umat untuk dicium sebagai tanda penghormatan dan pengakuan dosa.
Baca Juga: Sudah Ada Sejak Abad 13, Inilah Kerajaan Larantuka, Kerajaan Kristen Pertama Di Nusantara
Prosesi puncak Semana Santa terjadi pada Jumat Agung, saat patung Tuan Ma yang mengenakan jubah biru tua dan Tuan Ana yang mengenakan jubah merah diarak mengelilingi Kota Reina (Larantuka) dengan menggunakan perahu-perahu hias.
Umat Katolik mengikuti arak-arakan ini dengan berjalan kaki sambil menyanyikan lagu-lagu pujian dalam bahasa Portugis kuno.
Tradisi Semana Santa di Larantuka tidak bisa lepas dari kisah Tuan Ma yang melegenda. Menurut hikayat yang diturunkan secara lisan, patung Tuan Ma ditemukan oleh seorang bocah dari suku Resiona di tepi laut sekitar 500 tahun silam.
Patung itu kemudian diserahkan kepada neneknya dan ditahtakan di rumah adat sebagai benda keramat.
Ketika misionaris Portugis datang ke Larantuka pada abad ke-16, mereka mengenalkan agama Katolik kepada penduduk setempat dan menjelaskan bahwa patung itu adalah perwujudan Bunda Maria.
Mereka juga menemukan tulisan "Santa Maria Reinha Rosari" (Santa Maria Ratu Rosario) yang terbuat dari kerang-kerang di dekat patung itu.
Sejak saat itu, patung Tuan Ma menjadi lambang iman Katolik di Larantuka dan menjadi pusat perayaan Semana Santa setiap tahunnya.
Sejarah Kerajaan Larantuka
Kerajaan Larantuka adalah salah satu kerajaan tertua di Indonesia yang berlokasi di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kerajaan ini memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan pengaruh agama Kristen Katolik yang dibawa oleh bangsa Portugis sejak abad ke-16. Kerajaan Larantuka juga dikenal sebagai kerajaan Kristen pertama dan terakhir di Nusantara.
Menurut sumber sejarah, Kerajaan Larantuka didirikan pada abad ke-14 Masehi dan merupakan salah satu wilayah yang berhasil ditaklukkan oleh Kerajaan Majapahit.
Namun, setelah kejayaan Majapahit meredup, Larantuka menjadi kerajaan merdeka yang menjalin hubungan dengan berbagai pihak, termasuk Portugis yang datang untuk berdagang rempah-rempah.
Salah satu komoditas yang menarik perhatian Portugis di Larantuka adalah kayu cendana yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar Eropa.
Selain berdagang, Portugis juga menyebarkan ajaran Katolik di Larantuka dan berhasil mengubah keyakinan penduduk setempat yang sebelumnya beragama Hindu.
Pengaruh Katolik ini terlihat dari penggunaan gelar raja-raja Larantuka yang mengikuti gaya Portugis, seperti Don Francisco DVG.
Kerajaan Larantuka mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17 ketika berhasil menguasai wilayah Adonara dan Solor. Kerajaan ini juga menjadi pusat perdagangan dan misi Katolik di Timur Nusantara.
Namun, keberadaan kerajaan ini mulai terancam oleh serangan Belanda (VOC) yang ingin menguasai sumber daya alam di daerah tersebut,khususnya kayu cendana.
Pada tahun 1613, Belanda menyerang benteng Portugis di Solor dan memaksa mereka mundur ke Larantuka. Belanda terus berusaha mengusir Portugis dari Larantuka dengan melakukan blokade laut dan serangan darat.
Pada tahun 1859, Belanda berhasil membeli wilayah Larantuka dari Portugis dengan harga 200 ribu gulden. Belanda kemudian membubarkan Kerajaan Larantuka pada tahun 1904 dan menjadikannya bagian dari Hindia Belanda.
Meskipun sudah tidak berdiri lagi, Kerajaan Larantuka meninggalkan beberapa peninggalan bersejarah, seperti gereja-gereja Katolik, patung-patung Bunda Maria, dan tradisi Semana Santa yang merupakan perayaan Paskah bagi umat Katolik.
Baca Juga: Semana Santa, Ritual Paskah di Larantuka Flores
Artikel ini dibuat dengan bantuan AI.