Penulis
Berkat tombak kiai plered, Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati, berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang punya keris setan kober.
Intisari-Online.com -Riwayat perlawanan Arya Penangsang akhirnya berakhir di tangan Sutawijaya Si Panembahan Senopati.
Keris setan kober, senjata Arya Penangsang, ternyata harus mengakui kehebatan tombak kiai plered, yang menjadi pusaka Panembahan Senopati.
Tombak Kiai Pleret merupakan salah satu pusaka yang terkenal di tanah Jawa.
Senjata ini merupakan milik Raja Mataram Islam Pertama yang bergelar Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya.
Tombak sepanjang 3,5 meter ini dipakai Sutawijaya dalam perang tanding melawan Bupati Jipang Panolan Arya Penangsang.
Dengan senjata inilah Danang Sutawijaya dapat melukai Arya Penangsang yang konon sakti mandraguna dan memiliki ilmu kebal.
Sehingga akhirnya Arya Penangsang tewas.
Arya Penangsang adalah musuh besar Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, pendiri Kerajaan Pajang.
Ia adalah bupati Jipang Panolan yang berasal dari keturunan Girindrawardhana, raja terakhir Majapahit.
Ia memiliki ambisi untuk menguasai seluruh tanah Jawa dan mengembalikan kejayaan Majapahit.
Ia juga memiliki dendam kepada Sultan Hadiwijaya karena dianggap sebagai pengkhianat yang membunuh Sunan Prawoto, putra Sunan Kudus dan cucu Sunan Muria.
Untuk mewujudkan ambisinya, Arya Penangsang bersekutu dengan Adipati Blora dan Adipati Tuban.
Ia juga memiliki senjata andalan berupa keris Setan Kober yang dibuat oleh Empu Supo dari besi meteor.
Keris ini diyakini memiliki kekuatan gaib yang dapat menembus pertahanan lawan.
Namun, keris ini juga memiliki sifat jahat yang dapat membunuh pemiliknya sendiri jika tidak hati-hati.
Sultan Hadiwijaya merasa terancam dengan kekuatan Arya Penangsang.
Ia kemudian mengadakan sayembarauntuk mencari orang yang mampu mengalahkan Arya Penangsang.
Atas saran Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi akhir maju.
Keduanya membawa serta Danang Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sekaligus putra angkat Jaka Tingkir.
Ketiga orang ini adalah prajurit Demak yang setia kepada Sultan Hadiwijaya.
Mereka juga memiliki hubungan persaudaraan karena berasal dari desa yang sama, yaitu desa Ketawang di daerah Mataram.
Untuk menghadapi Arya Penangsang, ketiga prajurit ini meminta bantuan kepada Sunan Kalijaga, salah satu wali Songo yang memiliki ilmu tinggi.
Sunan Kalijaga memberikan mereka senjata pusaka berupa tombak Kanjeng Kiai Pleret.
Tombak ini konon dibuat dari batu meteor yang jatuh di desa Pleret, Bantul.
Tombak ini memiliki kekuatan gaib yang dapat menembus ilmu kebal lawan.
Sunan Kalijaga juga memberikan mereka nasehat untuk bersikap rendah hati dan tidak sombong.
Dengan membawa tombak Kanjeng Kiai Pleret, mereka berangkat menuju Jipang Panolan untuk menantang Arya Penangsang.
Mereka berhasil menembus pertahanan pasukan Jipang dan sampai di depan istana Arya Penangsang.
Di sana, mereka disambut oleh Arya Penangsang yang menunggang kuda gagak rimang, seekor kuda jantan yang gagah dan kuat.
Arya Penangsang merasa tidak takut dengan tantangan ketiga prajurit itu.
Ia pun segera menghunus keris Setan Kober dan bersiap untuk berperang tanding.
Terjadilah perang tanding di tengah Bengawan antara Arya Jipang di satu pihak melawan Danang Sutawijaya di pihak lain.
Arya Penangsang menunggang Gagak Rimang seekor kuda jantan, sedangkan Sutawijaya menunggang kuda betina yang sudah dipotong ekornya.
Akibatnya kuda jantan milik Arya Penangsang birahi dan hanya mengekor si kuda betina sehingga gerak-geriknya sulit dikendalikan.
Karena Gagak Rimang sudah tidak bisa dikendalikan lagi, maka Arya Penangsang pun terpaksa turun dari kudanya dan melanjutkan perkelahian dengan berjalan kaki.
Dalam perkelahian itu, tombak Kanjeng Kiai Pleret milik Sutawijaya berhasil menembus perut Arya Penangsang dan membuat ususnya terburai keluar.
Meskipun demikian, kesaktian yang dimiliki oleh Arya Penangsang membuatnya masih bisa bertahan hidup dan melawan balik dengan keris Setan Kober.
Malang menimpa Arya Penangsang.
Keris Setan Kober yang ia pegang tiba-tiba berbalik arah dan menusuk perutnya sendiri.
Hal ini disebabkan oleh sifat jahat keris tersebut yang tidak bisa dikendalikan oleh pemiliknya.
Dengan demikian, Arya Penangsang pun tewas seketika di tengah Bengawan.
Kematian Arya Penangsang menandakan berakhirnya kekuasaan Kerajaan Demak.
Sutawijaya kemudian dikenal sebagai Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram.
Tombak Kanjeng Kiai Pleret menjadi pusaka milik raja-raja Mataram.
Tombak ini diwariskan secara turun-temurun kepada raja-raja yang bertahta.
Sekarang, tombak ini dianggap sebagai peninggalan senjata pusaka dari Kerajaan Mataram.
Tombak ini disimpan di Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta sebagai simbol kekuasaan dan kebesaran raja-raja Jawa.