Find Us On Social Media :

Misteri Kematian Jaka Tingkir, Apakah Dibunuh oleh Putranya Sendiri?

By Yoyok Prima Maulana, Senin, 27 Maret 2023 | 07:15 WIB

Makam Jaka Tingkir aka Sultan Hadiwijaya di Desa Butuh, Sragen.

Intisari-online.com - Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya adalah pendiri dan raja pertama Kerajaan Pajang yang berkuasa antara tahun 1568-1582.

Sebelum mendirikan Kerajaan Pajang, Jaka Tingkir memindahkan pusat Kerajaan Demak yang mengalami konflik internal.

Jaka Tingkir merupakan cucu dari Sunan Kalijaga dan anak angkat dari Ki Ageng Tingkir, seorang dalang wayang terkenal.

Jaka Tingkir juga memiliki ilmu beladiri dan kesaktian yang membuatnya berhasil mengalahkan kawanan buaya saat menuju Demak untuk mengabdi kepada Sultan Trenggono.

Namun, perjalanan hidup Jaka Tingkir tidak selalu mulus. Di akhir masa pemerintahannya, ia harus berhadapan dengan anak angkatnya sendiri, yaitu Sutawijaya, yang kemudian menjadi raja Mataram dengan gelar Panembahan Senopati.

Sutawijaya ingin memerdekakan Mataram dari kekuasaan Pajang dan mengembangkan wilayahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya perang antara Pajang dan Mataram yang berlangsung selama beberapa tahun.

Perang ini berakhir dengan kemenangan Mataram dan kekalahan Pajang. Jaka Tingkir sendiri tidak tewas dalam pertempuran, tetapi jatuh sakit setelah pulang dari medan perang.

Namun, ada beberapa versi yang berbeda tentang penyebab kematian Jaka Tingkir.

1. Versi pertama menyebutkan bahwa Jaka Tingkir meninggal karena racun yang diberikan oleh Sutawijaya.

Racun itu dicampurkan dalam minuman yang disuguhkan kepada Jaka Tingkir saat ia berkunjung ke Mataram untuk menyelesaikan perselisihan dengan Sutawijaya. Versi ini didukung oleh beberapa sumber sejarah seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda.

2. Versi kedua menyebutkan bahwa Jaka Tingkir meninggal karena kesedihan dan penyesalan atas kegagalannya menjaga persatuan antara Pajang dan Mataram.

Ia merasa bersalah telah memerangi anak angkatnya sendiri dan menyia-nyiakan warisan Sunan Kalijaga yang mengajarkan toleransi dan kedamaian. Versi ini didukung oleh beberapa sumber sejarah seperti Babad Pajang dan Serat Pararaton.