Apa Makna Nyadran Seperti Yang Dilakukan Ibu Negara Iriana Jokowi Jelang Ramadan? Benarkah Ada Kaitan Dengan Nyi Roro Kidul?

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Di sela-sela kegiatannya di Jawa Tengah, Ibu Negara Iriana Jokowi melakukan nyadran di makam orangtuanya di TPU Bonoloyo, Kota Solo. Apa makna nyadran?

Di sela-sela kegiatannya di Jawa Tengah, Ibu Negara Iriana Jokowi melakukan nyadran di makam orangtuanya di TPU Bonoloyo, Kota Solo. Apa makna nyadran?

Intisari-Online.com -Ibu Negara Iriana Jokowi baru saja melakukan nyadran di makam orangtuanya di TPU Bonoloyo, Kota Solo, Kamis (16/3).

Dalam ziarahnya itu, Iriana Jokowi ditemani oleh empat saudara kandungnya.

Mereka adalah Ani, Haryanto, Anjas Aryo Wijayanarko, dan Andri.

Gibran Rakabuming Raka, selaku Wali Kota Solo sekaligus putra Iriana Jokowi, membenarkah itu.

Apa sebenarnya makna nyadran seperti yang dilakukan istri Presiden Indonesia itu?

Menurut beberapa sumber, nyadran adalah tradisi keagamaan yang dilakukan masyarakat Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tradisi Nyadran biasanya dilakukan dalam rangka memperingati kematian orang tua atau leluhur yang telah meninggal dunia.

Sejak kapan tradisi nyadran dimulai tidak ada sumber pasti.

Tapi yang jelas,nyadran diyakini sudah berlangsung sejak zaman kerajaan di Jawa.

Namun, terdapat beberapa legenda yang menceritakan asal mula tradisi Nyadran, salah satunya adalah legenda Ratu Kidul.

Menurut legenda tersebut, Ratu Kidul adalah seorang ratu kerajaan laut yang menjadi dewi penjaga pantai selatan Pulau Jawa.

Dia dipercaya memiliki kekuatan magis yang mampu memberikan kekayaan dan keselamatan kepada masyarakat Jawa.

Namun, Ratu Kidul juga dapat mengamuk dan memicu bencana jika tidak dihormati dengan benar.

Dalam tradisi Nyadran, masyarakat Jawa melakukan ritual ziarah ke makam leluhur dan menempatkan sesajen sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur.

Mereka juga memohon doa dan berdoa agar Ratu Kidul melindungi mereka dan memberikan keberuntungan.

Dalam tradisi ini juga terdapat nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang diwariskan oleh leluhur kepada masyarakat Jawa.

Dalam perkembangannya, tradisi Nyadran telah mengalami berbagai perubahan dan modifikasi, terutama dalam pelaksanaannya.

Namun, nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam tradisi ini tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.

Tradisi nyadran juga dikenal dengan istilahSadranan atau Ruwahan.

Kenapa dinamakan ruwahan karena ia dilakukan padabulan Ruwah pada penanggalan Jawa atau bulan Syaban pada penanggalan Hijriyah.

Syaban adalah bulan sebelum Ramadan.

Jika mengutiplaman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, istilah Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Sraddha yang berarti keyakinan.

Tradisi Nyadran merupakan suatu budaya yang telah dijalankan oleh para leluhur dan disebut sebagai hasil akulturasi budaya Jawa dengan Islam.

Tak heran jika hingga saat ini Nyadran menjadi salah satu ritual yang dianggap penting bagi masyarakat Jawa.

Nyadran tak hanya dijadikan sarana untuk mengenal, mengenang, dan mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia.

Makna dari tradisi Nyadran adalah memetik nilai-nilai kebaikan dari para pendahulu atau para leluhur.

Hal ini selaras dengan pepatah Jawa kuno yang berbunyi "Mikul dhuwur mendem jero" yang bermakna “ajaran-ajaran yang baik kita junjung tinggi, yang dianggap kurang baik kita tanam-dalam".

Nyadran juga memiliki makna untuk mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.

Selain itu, tradisi ini juga menjadi sarana melestarikan budaya gotong royong sekaligus untuk menjaga keharmonisan dalam bermasyarakat.

Tiap-tiap daerah di Jawa punya ciri khas masing-masing dalam melakukan tradisi Nyadran sesuai dengan kearifan lokal yang ada di daerahnya.

Adapun kegiatan utama adalah besik atau membersihkan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan.

Masyarakat akan saling bekerja sama dan bergotong royong untuk membersihkan makam leluhur dan keluarga masing-masing.

Di beberapa daerah, tradisi Nyadran juga diramaikan dengan kirab atau arak-arakan menuju ke tempat upacara adat dilangsungkan.

Ada juga prosesi ujub atau menyampaikan maksud dari rangkaian tradisi Nyadran yang dilakukan oleh pemangku adat.

Tradisi ini juga diikuti dengan kegiatan doa bersama yang dipimpin oleh pemangku adat atau kyai yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.

Terakhir adalah kegiatan kenduri yang juga disebut kembul bujono atau tasyukuran.

Masyarakat akan makan bersama di mana setiap keluarga yang mengikuti tradisi Nyadran akan membawa makanan sendiri.

Makanan yang dibawa berupa makanan tradisional, baik nasi, lauk, kudapan, hingga minuman.

Setelah acara makan bersama selesai, maka selesai juga rangkaian dari tradisi Nyadran.

Artikel Terkait