Penulis
Intisari-online.com - Kasus transaksi gelap yang terendus di Kementerian Keuangan kini semakin memanas.
Pasalnya Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavamdana kini justru silang pendapat dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Kepala PPATK mengatakan pihaknya telah mengendus transaksi janggal Rp300 triliun, di Kementerian Keuangan.
Namun, Menkeu Sri Mulyani belum mendapatkan infomasi detail mengenai rincian transaksi Rp300 triliun tersebut.
"Terkait data PPATK, Rp300 triliun, transaksi mencurigakan itu sampai saat ini belum pernah saya terima dari PPATK. Informasi yang disampaikan PPATK ke Menkeu/Kemenkeu Tidak sama dengan yang disampaikan kepada Pak Mahfud dan yang disampaikan ke Aparat Penegak Hukum (APH)," tulis Sri Mulyani melalui akun Instagram @smindrawati.
Kini Sri Mulyani meminta Kepala PPATK, untuk menyampaikan hal itu secara jelas ke Kemenkeu.
Siapa saja yang terlibat dalam transaksi mencurigakan yang disebutkan tersebut.
Kemudian, menjelaskan secara rinci seperti apa transaksinya, supaya bisa dibagikan ke publik dan menjadi bukti bagi penegak hukum.
Pasalnya, Sri Mulyani tidak menemukan transaksi Rp300 triliun dalam laporan PPATK di mejanya.
Sementara itu, PPATK sendiri memang lembaga yang bertindak untuk mengungkap kasus transaksi mencurigakan.
Lembaga ini merupakan lembaga independen yang berdiri di bawah Presiden.
Baca Juga: Pantas Bisa Ikut Judi Online Sampai Rp560 Miliar, Rupanya Lukas Enembe Punya Tambang Emas di Papua
Sepanjang 2022, telah mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terbesar di Indonesia mencapai Rp183,88 triliun.
Kemudian, PPATK membeberkan ada 5 tindak pencucian uang dengan nilai fantastis, antara lain sebagai berikut.
Pertama, tindak pidana korupsi senilai Rp81,3 triliun.
Kedua, tindak pidana perjudian senilai Rp81 triliun.
Ketiga, Green financial crime atau tindak pidana terkait sumber daya alam, senilai Rp4,8 triliun.
Keempat, tindak pidana narkotika senilai Rp3,4 triliun.
Kelima, penggelapan dana yayasan Rp1,7 triliun.
Dari kasus tersebut, PPATK menerima 27.816.771 laporan, dengan 24 juta laporan dana transfer dari dan ke luar negeri.
Ada 3 juta laporan transaksi keuangan tunai, 90.742 laporan transaksi keluar mencurigakan.
Lalu, 90.799 laporan transaksi penyedian barang dan jasa dan 1.304 laporan penundaan transaksi.
PPATK juga menjelaskan beberapa jenis pencucian uang yang bisa dilakukan pelaku pencucian uang.
1. Smurfing, yaitu tindakan menghindari pelaporan dengan memecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.
2. Structuring, upaya menghindari pelaporan dengan memecah transaksi sehingga transaksi menjadi lebih kecil.
3. Barter, yaitu upaya mengindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan supaya tidak terdeteksi sistem keuangan.
4. Mingling, cara mencampurkan dana tindak pidana dengan hasil kegiatan usaha yang legal untuk mengaburkan sumber asal dananya.
5. Pembelian aset, dengan cara membeli barang mewah untuk menyembunyikan aset tanpa terdeteksi sistem.
6. Menggunakan pihak ketiga, melakukan transaksi dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya pemilik asli.
Dengan menggunakan dana dari hasil tindakan pidana.