Penulis
Intisari-Online.com - Kasus yang dialami mahasiswa UI Muhammad Hasya Atallah Syahputra viral di Indonesia.
Hasya Atallah Syahputra mengalami kecelakaan lalu lintas yang membuatnya meninggal dunia.
Menurut kronologi kecelakaan yang disampaikan polisi, saat itu, Hasya naik motorKawasaki Pulsar dengan nomor polisi B 4560 KBH dari arah Beji, Depok menuju kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan pada Kamis (6/10/2022) malam.
Kondisi jalan saat itu licin karena agak gerimis.
Kira-kira Hasya melaju dengan kecepatan 60 km per jam. Ini merupakan keterangan temannya yang berada di belakangnya.
Mendadak Hasya melakukan pengereman mendadakdi Jalan Raya Srengseng Sawah kawasan Jagakarsa.
Hal itu dikarenakan kendaraan di depannya hendak berbelok ke kanan.
Karena pengereman mendadak itu, motor Hasya tergelincir ke arag kanan yangmerupakan jalur untuk kendaraan arah Beji, Depok.
Di saat bersamaan, adamobil Mitsubishi Pajero berpelat B 2447 RFS yang dikemudian oleh AKBP Purnawirawan Eko Setia BW.
Kecelakaan pun tidak terhindarkan. Hasya terhantam mobik Eko yang tidak sempat menghindar.
Dilaporkan saat itu mobil Eko melaju dengan kecepatan 30 km per jam.
Akibat dari kecelakaan itu, Hasya meninggal dunia. Namun setelah polisi melakukan pemeriksaan, tidak lama Hasya dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan ini.
Baca Juga: Jalur Sutra, Salah Satu Pencapaian Genghis Khan yang Paling Terkenal
MenurutDirektur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman, status tersangka yang didapat Hasya dikarenakan kelalaiannya sendiri dalam mengendarai sepeda motor.
Lalu mengakibatkan nyawanya hilang.
Namun karena tersangka Hasya meninggal dunia, maka para penyidikmenghentikan penyidikan kasus kecelakaan tersebut.
"Dari hasil gelar perkara, kami berkesimpulan bahwa si (Hasya) ini, bisa dijadikan tersangka dengan posisi demikian," ucapDirektur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman.
"Sehingga kemudian kami hentikan perkara tersebut."
Bagaimana peraturan jika tersangka meninggal dunia?
Dilansir dari kompas.com pada Senin (30/1/2023), penetapan tersangka merupakan tindakan administrasi yang dilakukan di tingkat penyidikan.
Penetapan tersangka yangdilakukan oleh penyidik itu harus berdasarkanbukti permulaan.
Di mana minimal ada dua alat bukti yang sah sebagaimanadimaksud Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Berita Acara Pemeriksaan calon tersangka (vide: putusan MK Nomor 21/PUU/XII/2014).
Oleh karenanya, penetapan tersangka tidak mungkin terjadi tanpa adanya bukti permulaan tersebut.
Sehingga, bukti permulaan adalah dasar bagi para penyidik untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Baca Juga: KisahPaul Bernardo dan Karla Homolka yang Dijuluki 'PembunuhKen dan Barbie'
Tanpa bukti permukaan, maka penetapan tersangka bisa disebut tindakan sewenang-wenang.
Bagaimana jikaorang yang telah meninggal dunia tetap ditetapkan menjadi tersangka? Benarkah penyidikannya akan dihentikan?
Sebagai hukum acara pindana,Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (disingkat KUHAP) sudah mengatur apakah seseorang yang meninggal dunia dapat ditetapkan menjadi tersangka atau tidak.
DalamPasal 109 ayat (2) KUHAP,penghentian penyidikan bisa dilakukan jika tidak adanya cukup bukti.
Rumusannya:
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”.
Sementara menurutPasal 109 ayat (2) KUHAP, penghentian penyidikan hanya dapat didasarkan pada tiga alasan, yaitu:
1. Tidak terdapat cukup bukti
2. Peristiwanya bukan merupakan tindak pidana
3. Semi hukum
Ketentuan di atas bersifatlimitatif (terbatas).
Baca Juga: Kisah Danny Rolling, PembunuhBerantai yang Menginspirasi Film Scream
Oleh karenanya, penghentian penyidikan tidak dapat dilakukan atas alasan lain di luar tiga alasan yang telah ditentukan oleh KUHAP tersebut.
Jadi, KUHAP tidak menentukan secara tegas mengenai penghentian penyidikan yang didasarkan alasan orang/ calon tersangka meninggal dunia.
MeskiKUHAP tidak mengatur hal demikian, namun hukum positif mengenal adanya alasan penghapusan penuntutan atau alasan-alasan hapusnya hak menuntut diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Ada beberapa hak untuk menuntut pidana terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana hapus, yakni:
1. Telah ada putusan hakim yang tetap mengenai tindakan yang sama (Pasal 76 KUHP)
2.Tersangka meninggal dunia(Pasal 77 KUHP)
3. Kasusnya telah lampau atau daluarsa (Pasal 78-80 KUHP)
4. Penyelesaian di luar pengadilan, yaitu dengan dibayarnya denda maksimum dan biaya-biaya bila penuntutan telah dimulai (Pasal 82 KUHP: bagi pelanggaran yang hanya diancam pidana denda)
Bunyi Pasal 77 KUHP, "Kewenangan menuntut pidana hapus, bila si tertuduh meninggal dunia".
Jika tersangka meninggal dunia, berkas perkara pasti tidak akan bisa P21 atau berkas akan dikembalikan kepada Penyidik oleh Jaksa Peneliti.
Baca Juga: Hitungan Weton Jawa untuk Pernikahan yang Diramalkan Berbahaya Jika Bersatu