Penulis
Intisari-Online.com -Para ulama penyebar Islam di Indonesia hidup secara sederhana dan bersahaja, meskipun hartanya melimpah.
Mereka menyedekahkan semua harta, dengan terlebih dahulu mengambil secukupnya untuk kebutuhan pokok.
Apakah sikap hidup sederhana para ulama penyebar Islam di Indonesia dapat diterapkan di masa sekarang? Jelaskan alasanmu!
Pertanyaantentangapakah sikap hidup sederhana paraulama penyebar Islam di Indonesia dapat diterapkan di masa sekarangadadi halaman 146.
Tepatnya padabuku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas X.
Untuk jawabannya, silahkan membukahalaman 134dan bacalah subbab 4. Keteladanan Para Ulama Penyebar Ajaran Islam di Indonesia.
Dalam bab tersebut dijelaskan bahwa ada banyaknilai-nilai keteladanan dari para tokoh penyebar Islam di Indonesia.
Salah satu nilai keteladanan dari para tokoh penyebar Islam di Indonesia yang bisa kita pelajari adalah hidup sederhana.
Para ulama penyebar Islam di Indonesia hidup secara sederhana dan bersahaja, meskipun hartanya melimpah.
Mereka menyedekahkan semua harta, dengan terlebih dahulu mengambil secukupnya untuk kebutuhan pokok.
Allah SWI memerintahkan orang-orang beriman agar menyedekahkan hartanya sebagaimana tercantum dalam Q.S. al-Baqarah/2: 267.
Perintah Allah Swt. di atas sudah dilakukan oleh para sahabat Nabi SAW.
Misalnya seperti Abu Bakar r.a., Ustman bin Affan r.a., Umar bin Khattab r.a., Ali bin Abi Thalib r.a. dan sahabat lainnya.
Mereka gemar bersedekah, dan menjalani hidup secara sederhana.
Berkat kesederhanaan para ulama penyebar Islam di Indonesia, perjuangan dakwah menunjukkan hasil luar biasa.
Banyak rakyat jelata, masyarakat miskin, orang awam dengan suka rela memeluk agama Islam.
Akhlak para ulama ini patut dicontoh oleh semua kaum muslimin.
Apalagi saat ini gaya hidup modern, hedonism, dan materialism sangat kuat mempengaruhi masyarakat.
Lalu apabila ditanya, apakah sikap hidup sederhana dapat diterapkan di masa sekarang?
Mungkin jawabannya bisa. Namun perlu Anda tahu bahwamanusia akan selalu digoda oleh hawa nafsu untuk menguasai dunia.
Ibarat minum air laut, semakin diminum akan semakin haus. Menuruti keinginan hawa nafsu duniawi tidak akan ada selesainya.
Hari ini memiliki emas, esok ingin merengkuh berlian.
Baca Juga: Di Negara Mana Saja Syekh Yusuf Belajar Kepada Ulama-ulama Terkemuka?
Ketika berlian sudah dimiliki, kepuasan hanya sekejap saja, karena akan terus merasa kurang.
Memiliki gadget bagus, tapi merasa kurang karena melihat gadget orang lain lebih bagus. Demikian seterusnya.
Sungguh tidak akan ada yang mampu menghentikan keinginan tak berujung ini, kecuali kematian.
Saat itulah, semua ambisi duniawi sirna seketika. Ia meninggalkan dunia ini dengan membawa beberapa lembar kain kafan saja.
Rumah, emas, berlian, jabatan, keluarga dan semua isi dunia ini ditinggalkan begitu saja.
Padahal selama hidup di dunia, ia mati-matian untuk meraihnya.