Penulis
Intisari-Online.com - Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di berbagai tempat.
Salah satunya Indonesia, negara yang dikenal rawan gempa.
Indonesia sendiri rawan gempa karena wilayah negara ini terletak di tiga lempeng yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia.
Dilansir dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB), ancaman gempa bumi terbesar di hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia, baik kecil maupun besar.
Namun bukan hanya Indonesia saja yang harus waspada dengan potensi terjadinya bencana alam gempa bumi.
Rupanya, para ilmuwan memprediksi bahwa akan ada peningkatan frekuensi gempa bumi dahsyat seiring dengan perubahan kecepatan rotasi bumi yang misterius.
Dilansir dari Express.co.uk pada Senin (20/5/2019), para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa rotasi semakin Bumi melambat.
Soal perlambatan rotasi bumi, sebenarnya hal ini telah kita lihat secara sporadis sepanjang sejarah.
Namun, para ahli kini menyadari konsekuensi dari hal tersebut, yaitu gempa bumi besar.
Perlambatan rotasi Bumi disebut dapat menyebabkan gempa bumi besar, meski alasan di balik hal ini belum diketahui jelas.
Tapi yang pasti, itu disebabkan oleh perubahan inti Bumi yang juga mengubah permukaannya.
Baca Juga: Gempa Cianjur: Ada yang Bisa Hancurkan Benua, Inilah Tingkat Kedahsyatan Gempa Menurut Skalanya
Kecepatan rotasi Bumi berfluktuasi dengan sangat ringan, ia bisa memanjang atau memendekkan panjangnya sehari dalam milidetik.
Perlambatan tersebut meski pun kecil dapat mengakibatkan efek buruk.
Teori lain mengatakan bahwa Bulan bergerak semakin jauh dari Bumi dan mengakibatkan rotasi Bumi melambat.
Menurut Profesor geosains Stephen Meyers di University of Wisconsin-Madison, ketika bulan bergerak menjauh, Bumi berputar melambat.
“Rotasi bumi yang melambat membuat satu hari lebih lama dan juga berpengaruh pada bulan yang lebih lama," jelasnya.
Disebut bahwa dalam miliaran tahun mendatang, hal itu akan menyetarakan waktu satu bulan sama dengan 47 hari (dalam hitungan sekarang).
Selain itu, yang diketahui adalah bahwa planet yang lebih lambat dapat meningkatkan frekuensi gempa bumi.
Sementara itu, penelitian dari Roger Bilham dari University of Colorado di Boulder dan Rebecca Bendick dari University of Montana di Missoula mengungkap kekuatan gempa Bumi yang menjadi 7 kali lipat lebih kuat sejak 1900.
Argumen tersebut ditegaskan dengan bukti pada lima tahun sejak pergantian abad ke-20.
Diketahui bahwa gempa bumi 7 skala richter semakin sering muncul pada tahun-tahun saat rotasi bumi sedikit melambat.
“Pada periode-periode ini, ada antara 25 hingga 30 gempa bumi dahsyat dalam setahun," kata Prof Bilham.
Sekarang dalam setahun rata-rata ada sekitar 15 gempa dahsyat terjadi.
Korelasi antara rotasi bumi dan frekuensi aktivitas gempa bumi kuat menunjukkan bahwa ada peningkatan seiring berjalannya waktu.
Di Indonesia, baru-baru ini gempa bumi terjadi di wilayah Cianjur, Jawa Barat.
Gempa dengan M 5,6 itu mengakibatkan ratusan korban meninggal dunia serta ribuan lainnya mengalami luka-luka.
Hingga Rabu sore, korban tewas mencapai 271 orang, korban luka-luka mencapai 2.043 orang, dan jumlah warga mengungsi mencapai 61.908 orang.
Kemudian, sebanyak 56.320 rumah mengalami kerusakan. Selain itu, ada 31 sekolah, 124 unit rumah ibadah, 13 gedung pemerintah, serta 3 rumah sakit mengalami kerusakan.
Gempa pertama yang memporak-porandakan wilayah tersebut terjadi pada Senin (21/11/2022) siang.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat adanya 171 gempa susulan hingga Rabu (23/11/2022) sore.
Deputi Bidang Geofisika BMKG, Suko Prayitno Adi mengatakan, gempa-gempa tersebut memiliki kekuatan bervariasi.
Baca Juga: Konon Mampu Keluarkan Petir, Apa Sebenarnya 'Senjata Vajra' Ini?
(*)