Menyandang Status Anggota NATO, Turki Malah Blak-Blakan Buka Kartu Barat Menghancurkan Rusia Tanpa Batas

Afif Khoirul M

Penulis

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Intisari-online.com - Menurut RT, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada 12 November bahwa AS dan Barat menyerang Rusia "hampir tanpa batas", yang mengarah ke tanggapan "membela diri" Moskow.

"Barat, terutama AS, menyerang Rusia hampir tanpa batas. Tapi Moskow, sebagai kekuatan besar, telah meresponsnya," kata Erdogan setelah kembali ke Turki dari Uzbekistan.

Presiden Turki juga mengatakan bahwa Ankara akan melanjutkan upaya untuk menengahi konflik antara Rusia dan Ukraina.

Erdogan mengingat insiden pada akhir Oktober di Laut Hitam yang hampir membawa kesepakatan gandum, yang ditengahi oleh PBB dan Turki, ke ambang kehancuran.

"Ada insiden di koridor biji-bijian. Kami dapat membuka koridor perdamaian dan melakukan segalanya untuk mempertahankan koridor ini. Kami pikir cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan dialog perdamaian," kata Presiden Turki.

Dalam insiden akhir Oktober lalu, beberapa kapal angkatan laut Rusia diserang oleh UAV di dekat semenanjung Krimea.

Moskow menuduh Kiev berada di balik insiden itu, menggunakan koridor biji-bijian untuk menyerang.

Rusia juga menuduh Inggris membantu Ukraina mengatur serangan itu. Baik otoritas London dan Kiev membantah tuduhan tersebut.

Setelah insiden itu, Rusia mengumumkan bahwa mereka untuk sementara menangguhkan partisipasinya dalam kesepakatan biji-bijian.

Tetapi beberapa hari kemudian, Moskow memutuskan untuk terus berpartisipasi dalam perjanjian tersebut, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima jaminan tertulis dari Kiev bahwa tentara Ukraina tidak akan menggunakan koridor gandum untuk tujuan militer.

Turki tetap netral dalam konflik Rusia-Ukraina, menolak bergabung dengan Barat dalam menjatuhkan sanksi terhadap Moskow, sambil terus bekerja sama secara militer dengan Kiev, termasuk menjual drone serang ke Kiev.

Ankara mempertahankan kontak dengan Rusia dan Ukraina, berusaha menengahi konflik. Pada bulan Maret, Turki menjadi tuan rumah pembicaraan antara delegasi Rusia dan delegasi Ukraina.

Meski anggota NATO, Turki berulang kali menunjukkan sikapnya yang condong ke Rusia.

Hal ini terbukti dari pertemuan beberapa waktu lalu dengan pemimpin Rusia, dan Iran.

Turki merupakan negara anggota NATO dengan demikian artinya Turki adalah salah satu sekutu NATO.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, melakukan pertemuan dengan Vladimir Putin, dan pemimpin Iran.

Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk membahas operasi militer di negara Timur Tengah, yaitu Suriah.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa Turki sepenuhnya bertekad untuk meluncurkan operasi militer baru terhadap pasukan Kurdi di timur laut Suriah.

Setelah konferensi tripartit dengan Iran dan Rusia awal pekan ini, presiden Turki mengeluarkan peringatan kepada AS tentang masalah Kurdi di Suriah.

"Amerika harus mundur dari daerah timur Sungai Efrat (Suriah timur)," kata Erdogan dalam sebuah pernyataan pada (20/7), menurut kantor berita Turki Anadolu.

"Turki menanyakan ini karena AS mendukung teroris di sana," kata Erdogan, merujuk pada milisi Kurdi (YPG) yang didukung AS.

Dengan dukungan AS, Kurdi sekarang menguasai wilayah yang luas dengan banyak ladang minyak di Suriah timur.

Selama bertahun-tahun, upaya tentara Suriah yang didukung Rusia untuk menyeberangi Sungai Efrat mendapat tanggapan keras dari Amerika Serikat.

Baca Juga: Dibongkar Turki, Terkuak Ini Tujuan Asli Rusia di Panggung Dunia, Tak Cuma Soal Ukraina

Artikel Terkait