Pembangunan Masjid Istiqlal Dirancang dengan Sandi Ketuhanan, Sempat Macet Usai Dimulai

Khaerunisa

Penulis

Grid Networks Masjid Istiqlal.
Masjid Istiqlal.

Intisari-Online.com - Masjid Istiqlal, masjid terbesar di Indonesia dan juga Asia Tenggara mulai dibangun pada tahun 1961.

Sebelum dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dengan pemancangan tiang pertama oleh Presiden Soekarno, lebih dulu diadakan lomba rancang bangun masjid ini.

Lomba itu dimulai pada tanggal 22 Februari 1955 sampai 30 Mei 1955.

Sebanyak 27 peserta mengikuti lomba tersebut, kemudian 22 peserta memenuhi persyaratan lomba.

Selanjutnya lima pemenang dipilih setelah melalui penjurian, dengan pemenang pertama adalah Frederich Silaban.

Rancangan Frederich Silaban yang menjadi pemenang dan digunakan dalam pembangunan Masjid Istiqlal itu bertajuk 'Ketuhanan'.

Masjid ini begitu khas dengan rancangan tersebut, yang dipertahankan meski mengalami proses renovasi.

Dilihat sepintas bangunan ini tampak minimalis, sederhana, dengan bentuk kotak dan kubah besar serta meanara tinggi.

Namun, bangunan ini memiliki banyak makna yang tersirat.

Memiliki kubah berdiameter 45 meter, yang melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia.

Kubah dimahkotai ornamen baja antikarat berbentuk bulan sabit dan bintang simbol Islam.

Selain itu ditopang 12 tiang yang melambangkan hari kelahiran Nabi Muhammad, 12 Rabiul Awal.

Masjid Istiqlal juga memiliki empat lantai balkon dan satu lantai dasar.

Kelima lantai tersebut melambangkan lima rukun Islam serta jumlah sila dalam Pancasila.

Untuk memasuki ruangan dalam masjid ada tujuh gerbang yang masing-masing diberi nama berdasarkan nama-nama Allah.

Tujuh juga melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam semesta Islam serta jumlah hari dalam seminggu.

Ada dua bangunan masjid: bangunan utama dan pendamping yang berfungsi sebagai tempat tangga, ruang tambahan, dan pintu masuk Al Fattah.

Ada dua kubah juga, yakni kubah utama dan kubah pendamping.

Keduanya melambangkan angka “2”, yaitu dualisme yang saling berdampingan dan melengkapi.

Langit dan Bumi, dunia – akhirat, lahir – batin, serta hubungan penting bagi umat muslim yakni Hablum minallah (hubungan manusia dengan Tuhannya) dan Hablum minannnaas (hubungan manusia dengan sesamanya).

Dalam proses perancangan itu sendiri, Frederich Silaban mengalami konflik batin terkait statusnya sebagai seorang Kristen.

Namun, pada akhirnya status agama tidak menjadi ganjalan Silaban untuk andil dalam proyek besar bangsa.

Silaban menjawab tantangan Soekarno dengan bersungguh-sungguh dan berkonsentrasi mempelajari penugasannya.

"(Silaban) mendalami berbagai berbagai hal terkait ibadah umat Islam, termasuk kegiatan berwudu, shalat berjamaah, kiblat, dan berbagai ritual khusus yang diharapkan hadir di Masjid Istiqlal," tulis Setiadi Sopandi dalam bukunya Friedrich Silaban.

Keterlibatan sentral seorang umat Nasrani dalam perencanaan masjid berskala nasional juga menjadi momen yang mendamaikan saat itu.

Sementara itu, ide awal pembangunan Masjid Istiqlal adalah menciptakan sebuah masjid agung di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

Sempat terjadi perbedaan pendapat antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta terkait lokasi di mana akan dibangun masjid ini.

Bung Hatta mengusulkan tempat yang sekarang menjadi Hotel Indonesia.

Alasannya waktu itu di situ tanah kosong dan dekat dengan lingkungan masyarakat muslim.

Sementara Bung Karno mengusulkan di Taman Wilhelmina yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi bangunan-bangunan pemerintah dan pusat perdagangan.

Alasan lain dekat dengan Istana Merdeka. Posisi seperti ini mirip dengan simbol kekuasaan kraton di daerah Indonesia bahwa masjid selalu berdekatan dengan kraton atau dekat dengan alun-alun.

Dalam hal ini, Taman Medan Merdeka dianggap sebagai alun-alun Ibukota Jakarta.

Bung Karno juga menghendaki masjid negara itu berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat persaudaraan dan toleransi agama.

Akhirnya diputuskan bahwa lokasi masjid terbesar Indonesia ini dibangun di Taman Wilheminna seperti usulan Bung Karno.

Namun, pembangunan masjid tak mulus karena adanya pergolakan politik seputar tahun 1965.

Semenjak pemancangan tiang pertama yang dilakukan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1961 – bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW – sampai dengan tahun 1965, pembangunannya tidak banyak mengalami kemajuan.

Baru kemudian pada tahun1966 dilanjutkan kembali dan selesai selama 17 tahun.

Masjid terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara ini secara keseluruhan mampu menampung sekitar 61 ribu jamaah.

Jamaah itu tersebar di ruang salat utama seluas satu hektar serta balkon empat tingkat dan sayap di sebelah timur, selatan, dan utara.

Total luas seluruh tempat jemaah 36.980 meter atau hampir 4 ha.

Itulah sejarah pembangunan Masjid Istiqlal yang dirancang dengan Sandi Ketuhanan.

Baca Juga: Masjid Istiqlal dan Lorong Rahasia Pelarian Belanda di Masa Lalu

(*)

Artikel Terkait