Find Us On Social Media :

Mengapa Belanda Menggunakan Kultur feodal Untuk Mengendalikan dan Memaksa Rakyat?

By Mentari DP, Rabu, 12 Oktober 2022 | 12:45 WIB

Mengapa Belanda menggunakan kultur feodal untuk mengendalikan dan memaksa rakyat?

Intisari-Online.comMengapa Belanda menggunakan kultur feodal untuk mengendalikan dan memaksa rakyat?

Pertanyaan mengenai 'Mengapa Belanda menggunakan kultur feodal untuk mengendalikan dan memaksa rakyat?' ada di halaman 175 dalam buku Sejarah kelas XI di kurikulum 13.

Sementara jawabannya Anda bisa mulai membuka halaman 170 pada sub bab B. Dampak dalam Bidang Sosial-Budaya dan Pendidikan pada 1. Bidang Sosial-Budaya.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa kultu feodal atau feodalisme merupakan suatu paham tentang penggolongan sosial-politik.

Di mana paham ini hanya memberikan kekuasaan terbesar pada golongan tertinggi. Misalnya golongan penguasa.

Memang pada zaman Hindia-Belanda, status sosial setiap masyarakat terbagi menjadi beberapa jenis.

Yaitu Wong Gede, Bangsawan, Priyayi Ambtenaar, dan Wong Cilik.

Dan kultur feodal ini sangat mengangung-agungkan penguasa dari sebuah wilayah kekuasaan.

Dengan begini, maka Belanda akan dengan mudah mengambil alih sebuah wilayah. Caranya dengan membujuk para penguasa itu untuk bekerja sama.

Lalu menjadikan mereka sebagai penguasa boneka.

Dengan begitu, maka mudah bagi Belanda untuk menguasai atau mengontrol masyarakt lokal di dalam wilayah kekuasaan tersebut.

Jika penguasa di wilayah itu tidak mau bekerja sama dengan Belanda, maka penguasa itu akan digulingkan dari kekuasannya.

Oleh karenanya, beberapa penguasa mau tidak mau menerima bujukan Belanda.

Sebab salah-salah pilihan mereka bisa berdampak pada wilayah kekuasaan mereka.

Tapi jika penguasa itu mau bekerja sama dengan Belanda, maka mereka akan mendapat kekuasaan dan kekayaan yang sama dengan Belanda.

Inilah salah satu alasan mengapa Belanda menggunakan kultur untuk mengendalikan dan memaksa rakyat.

Baca Juga: Penjelasan Konteks Sosial Pemerintah Belanda Telah Menjalankan Kebijakan yang Diskriminatif