Find Us On Social Media :

W.R. Supratman, Wartawan yang Berjuang dengan Biolanya (2)

By K. Tatik Wardayati, Senin, 9 Maret 2015 | 18:30 WIB

W.R. Supratman, Wartawan yang Berjuang dengan Biolanya (2)

Selain kegiatan politik, ia juga meliput kegiatan sosial, peristiwa human interest, dan berita-berita ringan lain. Misalnya tentang nasib kaum buruh Pelabuhan Tanjung Priok yang terbungkuk-bungkuk memanggul karung. Bersama wartawan lain, November 1926, ia meliput peristiwa huru-hara buruh di Tanjung Priok dan pinggiran Betawi, tapi kurang berhasil karena dialangi pihak keamanan. Juga ke Pasar Ikan untuk mengorek praktek pemerasan oleh juragan perahu terhadap nelayan miskin.

Honor yang diterimanya berdasarkan berita yang termuat tidak cukup untuk hidup berdua dengan Salamah  - wanita yang dikenalnya sejak  akhir tahun 1926. Ia pun merangkap menjadi kolportir atau pencari iklan untuk Sin Po. Sebuah mesin ketik dapat dibelinya.

Tahun 1928 rnereka menyewa sebuah pondok milik Haji Solikhin di Kampung Rawasari. Di sana, konon, mereka menikah secara resmi di hadapan naib. Dua tahun kemudian pindah ke pondok beratap nipah, berlantai tanah milik Akhmad Tabrani, di kawasan itu juga. Dua tahun kemudian, setelah menjual Toko Buku Java miliknya, ia membeli rumah berdinding papan, beratap seng, dan berlantai semen, di daerah yang sama.

Toko Buku Java tersebut terletak di Gang Sentiong, Jakarta Pusat. Selain menjual buku dan majalah, juga ada karya-karya Ir. Soekarno berupa brosur, alat-alat  kepanduan, serta hasil kerajinan, macam kopiah, sandal, dasi, sarung, dll.

Mencipta lagu perjuangan

Karena seringnya bergaul dengan pemuda pergerakan, ia tergugah untuk menciptakan lagu perjuangan. Dengan biolanya muncul hasratnya meniru Rouget de Lisle, pencipta lagu La Marseillaise pada masa Revolusi Prancis. Yang kemudian diakui sebagai lagu kebangsaan Prancis.

Terinspirasi jiwa patriotik kaum muda, di sela-sela kesibukan sebagai wartawan, ia berhasil menciptakan mars perjuangan Dari Barat Sampai ke Timoer (1926). Lagu yang konon mirip La Marseillaise ini menjadi populer di kalangan anak muda Betawi. Bahkan mampu membangkitkan semangat juang. Judulnya pun diubah menjadi Dari Sabang Sampai Merauke.

Kemudian menyusul lagu Indonesia, yang diduga konsepnya dibuat pada malam 1 Mei 1926, di pondokannya di daerah Jatinegara. Lagu yang terilhami oleh pidato para tokoh pemuda pada Kongres Pemuda Indonesia Pertama itu, konon, digubah semalam suntuk.

Untuk tidak memancing keributan dengan pihak polisi Belanda, lagu Indonesia diperdengarkan pertama kali secara instrumentalia dengan biola, yakni sebelum pembacaan  putusan Kongres Pemuda Indonesia Kedua di Gedung IC, Kramat 106. Selama ±5 menit alunan biola W.R. Supratman, yang mengenakan setelah celana-jas putih, dasi kupu-kupu, peci, dan sepatu putih mengkilap, memukau para hadirin. Gemuruh tepuk tangan menyambut penampilannya. Bahkan ada yang bersuit-suit, berpekik minta diulang lagi. Di luar acara kongres, lagu Indonesia dinyanyikan oleh Dolly (15), putri Haji Agus Salim.