Find Us On Social Media :

Imbas Tragedi Kanjuruhan, Pengamat Inggris Bongkar Mirisnya Sepak Bola Indonesia, 'Tragedi Menunggu Untuk Terjadi'

By Afif Khoirul M, Senin, 3 Oktober 2022 | 09:10 WIB

Insiden kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, antara Arema vs Persebaya, Sabtu (1/10/22).

Intisari-onine.com - Pertandingan Liga 1 mempertemukan Arema Malang dan Persebaya Surabaya berakhir dengan kekacauan dan tragedi pada Sabtu malam (1/9/22).

Polisi dengan sembrono menggunakan gas air mata sebagai tanggapan atas serbuan lapangan oleh para suporter Arema.

Tindakan yang mengakibatkan kepanikan massal, yang berakhir dengan 125 kematian sementara (hingga Minggu waktu setempat).

Korban tewas saat ini menjadikannya tragedi stadion paling mematikan di sepakbola Indonesia, dan peristiwa paling mematikan ketiga dalam olahraga di mana pun di dunia.

Setelah bencana Stadion Olahraga Accra di Ghana pada tahun 2001 (126 kematian).

Hanya bencana Estadio Nacional di Lima, Peru, pada tahun 1964 (328 kematian) yang mengakibatkan korban jiwa yang lebih besar.

Liga 1 Indonesia telah ditangguhkan sementara dan klub tuan rumah Arema telah dilarang bermain di kandang hingga sisa musim ini, sementara asosiasi sepak bola Indonesia (PSSI) meluncurkan penyelidikan.

Namun, bagi mereka yang akrab dengan sepak bola Indonesia, budaya penggemar, dan kepolisian stadion, tragedi di Stadion Kanjuruhan di Jawa Timur ternyata tidak mengejutkan.

Mengutip DW, seorang pengamat sepak bola asal Inggris pun mengungkapkan, bahwa di Indonesia hanya menunggu waktu tragedi bisa terjadi.

"Organisasi yang buruk, fasilitas yang buruk, kepolisian yang buruk, dan budaya kekerasan dalam bagian tertentu dari budaya penggemar, itu adalah bencana yang menunggu untuk terjadi," kata James Montague.

James Montague adalah pakar budaya penggemar global Inggris yang menghabiskan waktu bepergian dengan penggemar sepak bola Indonesia saat meneliti bukunya tahun 2020  berjudul "1312: Among the Ultras."

Tanggapan lainjuga muncul dari Andrin Brandle, seorang penulis Swiss yang menghabiskan musim panas menemani klub Indonesia PSS Sleman untuk bukunya "A Summer with Sleman."

Ia setuju, bahwa di Indonesia infrastruktur yang kurang optimal, dan kurangnya koordinasi antara pasukan keamanan bertanggung jawab atas tragedi ini.

Indonesia membanggakan diri sebagai salah satu negara dengan budaya penggemar yang paling bersemangat dan intens di Asia Tenggara.

Pertandingan sepakbola yang dihadiri dengan antusias dan kompetisi yang menampilkan persaingan sengit dan derby di dalam dan di luar lapangan.

Tapi kekerasan tidak jarang terjadi.

Dalam hal vitriol, derby Jawa Timur antara Arema Malang dan Persebaya Surabaya berada di urutan kedua setelah pertemuan antara Persib Bandung dan Persija Jakarta.

Persib Vs Persija dikenal sebagai El Clasico Indonesia, dijadwalkan berlangsung pada hari Minggu (2/9).

Namun setelah pertandingan Persebaya vs Arema (3-2) mengakibatkan, tragedi Kanjuruhan, pertandingan itu pun ditunda.

"Ini tidak biasa, itu cukup sering terjadi," kata Montague kepada DW.

"Anda sering melihat pelatih diserang oleh penggemar karena hasil yang buruk."

Dengan tidak adanya pendukung tandang, yang umumnya dilarang menghadiri derby terbesar.

Penggemar Arema nekat masuk ke lapangan untuk berbicara dengan pemain mereka, sebelum situasi meningkat dengan kedatangan polisi anti huru hara.

"Budaya penggemar yang luar biasa ada di Indonesia yang memiliki banyak kesamaan dengan budaya kasual Inggris masa awal dan masa kejayaan gerakan ultra Italia, dengan massa anak muda, yang sangat terlibat dalam budaya sepak bola, menghadiri pertandingan dalam jumlah besar dan menghasilkan koreografi yang rumit," jelas Montague.

"Mendukung klub sepak bola adalah cara hidup yang telah diadopsi secara besar-besaran di Indonesia," katanya.

"Namun selama bertahun-tahun, itu juga menjadi salah satu tempat paling kejam untuk menonton sepakbola, dengan lebih dari 80 kematian di stadion sepakbola selama beberapa dekade terakhir," jelasnya.

Baca Juga: Terkait Kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, Inilah Deretan Hukuman FIFA yang Mungkin Menanti Indonesia