Inilah Sosok Wanita Gurunya Para Gundik Kaisar China Zhu Changshu

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Lin Siniang yang diperkirakan hidup pada 1629-1644 merupakan pejuang yang melatih pasukan wanita yang terdiri dari para gundik.

Intisari-Online.com-Hal yang lumrah pada era peradaban kuno bagi para penguasa danelite masyarakat untuk memiliki gundik atau selir.

Tujuan memiliki gundik atau selir yakni untukmeningkatkan prestise pria, salah satunya melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.

Meski begitu,kepemilikan akan gundik jugakesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.

Bahkam kehidupan seorangkaisarChina kuno di abad ke-11 bisa punya121 gundik 'siap pakai.'

Misalnya saja pada Dinasti Sui, beberapakaisarpercaya bahwa mereka bisa mendapatkan keabadian dari berhubungan badan dengan sebanyak mungkin wanita tanpa ejakulasi.

Salah satunya yakniKaisarWu yang menghabiskan hidupnya untuk ini.

Terlepas dari itu, China pernah memiliki sosok Lin Siniang yang diperkirakan hidup pada 1629-1644.

Pada 1629,Chinaterjerat dalam perang dengan alam dan manusia.

Di antaranya yakni pertempuran dengan Mongolia, Korea, dan Jepang hingga militer meregangkan anggaran negara hingga meledak.

KetikaChinadilanda musim dingin yang lebih lama dan lebih dingin yang disebabkan oleh penurunan suhu rata-rata, kelaparan juga melanda di seluruhChinautara.

Tidak cukup tanaman yang bisa ditanam untuk menyediakan makanan dan banyak tentara yang kelaparan.

Tahun 1629 juga waktu saat Lin Siniang (Lean Shinjang) lahir ke dunia dari keluarga militer China yang berjuang dengan kehidupan.

Keluarga Lin Siniang mungkin miskin, tetapi ayahnya berusaha memenuhi pendidikannya dengan penggunaan pedang, tombak, dan seni bela diri.

Dia sangat mahir sehingga bahkan pada usia enam tahun, orang-orang kagum dengan keahliannya.

Ketika Lin Siniang masih remaja, orang tuanya dibunuh dan dia ditinggalkan tanpa ada keluarga yang merawatnya.

Dia menjadi pelacur, bekerja sepanjang hari di tepi Sungai Qinhuai, dekat Nanjing modern.

Lin tidak pernah berhenti mengasah kemampuan bertarungnya setiap ada kesempatan.

Suatu hari ketika dia meningkatkan seni bela dirinya di tepi sungai, Raja Zhu Changshu (Chew Chunjoe) kebetulan lewat dan jatuh cinta pada pandangan pertama padanya.

Dia memintanya untuk ikut dengannya ke istana.

Tidak lama setelah mereka menikah, raja meminta Lin Siniang untuk mengajarkan keterampilan bertarungnya kepada semua gundik kerajaan.

Para wanita sangat menikmati pertempuran sehingga mereka bertahan dan menjadi tentara wanita.

Kekeringan dan kelaparan yang mengerikan di Utara membawa pemberontak dari provinsi Shaanxi (Sha-she) dan Shanxi (Shon-She) untuk mencari makanan.

Raja Zhu gagal menanggapi ancaman tersebut seserius yang seharusnya dan dia disandera oleh para pemberontak saat berada di gunung retretnya.

Lin Siniang mendengar tentang penangkapan raja dan segera mengerahkan pasukan tentara selirnya bersama-sama dan memimpin serangan terhadap mereka.

Pada awalnya musuh bingung karena harus berhadapan dengan wanita dan pasukan Lin berhasil mengalahkan pemberontak dalam jumlah besar.

Para wanita berhasil membebaskan raja dari penawanan tetapi tentara pemberontak akhirnya mengalahkan militer wanita sampai Lin adalah satu-satunya yang masih hidup.

Dia melawan setiap pukulan, tendangan, pedang, dan tombak sampai dia tidak tahan lagi dan terkena pukulan yang akan merenggut nyawanya.

Tidak perlu waktu lama untuk berbagi cerita tentang Lin Siniang, mungkin satu atau dua menit, tetapi terkadang hal-hal kecil dalam hidup yang dapat membuat dampak terbesar.

Lin Siniang baru berusia lima belas tahun ketika dia meninggal memimpin pasukannya yang dilatih sendiri dalam pertempuran untuk menyelamatkan raja.

Semasa hidupnya, Lin Siniang menjadipejuang yang melatih pasukan wanita yang terdiri dari para gundik dan mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan rajanya.

Baca Juga: Sultan Ottoman Membesarkan Seorang Lelaki di Tengah Lautan Harem

(*)

Artikel Terkait