Penulis
Intisari-Online.com – Siapakah ahli Mesir Kuno pertama? Jawaban atas pertanyaan itu bisa ditemukan di Firaun Mesir sendiri.
Yaitu pada abad ketiga belas SM, terdapat seorang tokoh bernama Khaemwaset hidup.
Khaemweset adalah putra keempat Firaun Ramses II dan Ratu Isetnofret, yang hidup selama dinasti kesembilan belas Kerajaan Baru.
‘Yang Agung’ Ramses II, memerintah negara Sungai Nil itu pada tahun 1279 hingga 1213 SM.
Pemerintahannya yang panjang adalah masa kemegahan, berkat kebijakan energik terhadap eksterior dan interior Negara, yang mendukugn ekonomi dan pengembangan seni.
Khaemweset sendiri diperkirakan lahir sekitar tahun 1270 SM dan meninggal pada usia lanjut, hanya beberapa tahun sebelum ayahnya.
Khaemweset ditunjuk sebagai putra mahkota antara tahun lima puluh dan lima puluh lima masa pemerintahan Ramses II.
Namun, kematiannya menempatkan adiknya Merenptah di atas takhta, yang merupakan putra ketiga belas dari firaun berumur panjang itu.
Merenptah juga sudah tua ketika naik ke tampuk kekuasaan dan hanya memerintah dari tahun 1213 hingga 1203 SM.
Sejak usia sangat muda, Khaemweset menemani ayahnya, Ramses II.
Termasuk ketika Ramses II masih menjadi wakil bupati Firaun Seti I, yang memerintah dari tahun 1290 hingga 1279 SM.
Firaun Seti I adalah kakek sang pangeran, dalam beberapa kampanye militer.
Sekitar tahun ketiga belas pemerintahan Seti I, pemberontakan muncul di tanah Kush.
Meskipun pada saat itu, Khaemweset pasti masih anak-anak berusia sekitar tiga atau empat tahun, ia digambarkan di salah satu relief kuil Beit el-Wali, Nubia, sebagai seorang pemuda pemberani di atas kereta perang yang ditarik oleh beberapa kuda ramping dengan kecepatan penuh.
Ketika Ramses II sudah menjadi penguasa negara Sungai Nil, kampanye perang penting dilakukan.
Seperti yang dilakukan pada tahun ke-5 pemerintahannya untuk menghentikan ekspansi orang Het menuju kerajaan Mitanni (di Suriah saat ini).
Khaemweset hadir pada Pertempuran Kadesh yang terkenal, di tepi Sungai Orontes, dan pada pengepungan kota-kota lain di wilayah tersebut.
Dengan karier militer yang begitu prestisius, maka hal yang logis adalah bahwa pangeran akan melanjutkan dinas militer, berbagi dan mengambil manfaat dari kemuliaan ayahnya dan negara Sungai Nil.
Nyatanya, panggilan Khaemweset berbeda, bahkan bersifat spiritual dan intelektual.
Kembali ke Mesir setelah banyak hukuman penjarahan ke tanah Asia, sang pangeran pindah ke Mesir Hilir sekitar tahun keenam belas pemerintahan Ramses II, ketika ia berusia dua puluh enam atau dua puluh tujuh tahun.
Tujuannya adalah kota Memphis yang berusia seribu tahun, di mana ia menjadi semi-imam dalam pelayanan kuil dewa Ptah.
Pada tahun ketiga puluh pemerintahan Ramses I, Khaemwaset dipanggil untuk mengumumkan dan mengambil bagian dalam b sd (heb-sed) pertama "Yubilee Kerajaan" ayahnya; peran yang dia ambil beberapa kali selama bertahun-tahun.
Sang pangeran tidak mendedikasikan dirinya hanya untuk patung, seperti Kawab, tetapi melakukan program besar yang mencakup beberapa monumen Kerajaan Lama.
Seperti, kuil surya Firaun Nyuserre Ini (2402-2374 SM), mastaba Firaun Shepseskaf (2441 -2436 SM) dan piramida Firaun Djoser (2592-2566 SM), Userkaf (2435-2429 SM), Sahure (2428-2416 SM) dan Unas (2321-2306 SM).
Dia diberi julukan ‘pangeran arkeolog’ karena secara efektif melakukan tugasnya sendiri, melansir historicaleve.
Sang pangeran memulihkan prasasti kuno yang tidak dapat dibaca di monumen yang hampir hancur.
Dia menghidupkan kembali ingatan firaun tentang masa lalu dan mengasimilasinya ke periode baru di mana Mesir hidup selama Kerajaan Baru.
Aktivitas ‘arkeologis’ Khaemweset ternyata dibuktikan setidaknya dari periode terakhir dia menjabat sebagai semi-imam.
Namun, sekitar empat puluh lima tahun pemerintahan Ramses II, ‘pangeran arkeolog’, yang saat itu berusia sekitar lima puluh lima atau lima puluh enam tahun, dipromosikan ke pangkat imam besar kuil Ptah.
Ternyata, posisi ini memberinya lebih banyak fasilitas untuk menjalankan pekerjaannya.
Tetap relevan untuk dicatat bahwa dia sudah mengabdikan diri untuk menyelamatkan ingatan rakyatnya sebelum memperoleh posisi politik yang penting.
Hal ini dapat diartikan sebagai tanda minatnya yang tulus untuk mengetahui sejarah nenek moyangnya, sebagai lawan dari tindakan yang hanya mencari dakwah politik atau agama.
Tahun-tahun terakhir Khaemweset dihabiskan di Memphis yang dicintainya.
Dia melanjutkan karya ‘arkeologis’ sampai kematiannya, yang mungkin terjadi tak lama setelah tahun kelima puluh lima pemerintahan Ramses II yang berumur panjang.
‘Pangeran arkeolog’ ketika itu berusia sekitar enam puluh lima atau enam puluh enam tahun, cukup tua untuk harapan hidup di zaman dunia kuno.
Temukan sisi inspiratif Indonesia dengan mengungkap kembali kejeniusan Nusantara melalui topik histori, biografi dan tradisi yang hadir setiap bulannya melalui majalah Intisari. Cara berlangganan via https://bit.ly/MajalahIntisari