Penulis
Intisari-Online.com -Posisi utang hingga 31 Mei 2022 mencapai Rp 7.002,24 triliun.
Dikutip dari laporan APBN Kita Edisi Juni 2022, Rabu (29/6/2022), porsi utang didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) dengan besaran mencapai 88,20 persen dari total utang.
Lalu sisanya, yakni sebesar 11,80 persen berasal dari pinjaman.
Secara lebih rinci, utang Indonesia dari SBN denominasi rupiah dan valuta asing (valas) mencapai Rp 6.175,83 triliun.
SBN berdenominasi rupiah sendiri mencapai Rp 4.934,56 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) Rp 4.055,03 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp 879,53 triliun.
Sementara itu, SBN berdenominasi valas mencapai Rp 1.241,27 triliun terdiri dari SUN Rp 967,67 triliun dan SBSN Rp 273,60 triliun.
Lalu, utang melalui pinjaman sebesar Rp 826,40 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 14,74 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 811,67 triliun.
Pinjaman dari bilateral sebesar Rp 280,32 triliun, multilateral Rp 488,62 triliun, dan pinjaman bank komersial Rp 42,72 triliun.
Sejalan dengan data tersebut,Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengakui bahwa utang Indonesia terbilang besar.
Namun, menurutnya Indonesia mampu membayar utang tersebut.
"Orang bilang kita ini utangnya banyak, betul Rp 7.000 triliun," sebagaimana diwartakan Kompas.com.
"Tapi kita bandingkan itu hanya 41 persen dari produk domestik bruto (PDB) kita," ujar Luhut dalam acara Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Tahun 2022, di Sentul International Convention Center di Bogor, sebagaimana disiarkan YouTube PPAD TNI, Jumat (5/8/2022).
"Dan angka itu jumlahnya dibayar oleh proyek-proyek yang bagus, bukan uang yang hilang. Semua dibayar. Pembangunan," tegasnya.
Luhut pun menyebutkan, tingkat utang pemerintah Indonesia saat ini jauh lebih aman dibandingkan negara-negara lain di dunia.
Selain kemampuan mengatasi utang, Luhut juga mengungkapkan kemampuan Indonesia mempertahankan nilai tukar rupiah agar tidak melemah.
Saat ini, katanya, share kepemilikan asing di Indonesia menurun hingga hanya tertinggal 16,1 persen.
"Dari yang dulunya 41,3 persen," lanjutnya.
Sehingga begitu ada masalah ekonomi dunia, outflow uang dari Indonesia terjadi dan rupiah terus goyah.
Akan tetapi, Indonesia tetap mampu menahan nilai tukar rupiah berkisar di Rp 14.000 terhadap dolar Amerika Serikat.
(*)