Find Us On Social Media :

Bos Lion Air Rusdi Kirana: Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 20 Februari 2015 | 18:45 WIB

Rusdi Kirana di Balik Lion Air (3): Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan

Intisari-Online.com – Sosoknya  ini tak begitu dikenal di kalangan pengusaha, begitu pun di dunia penerbangan.

Padahal saat ini ia menorehkan sejarah yang mencengangkan dalam bisnis penerbangan Indonesia, bahkan dunia.

Mari, kita mengenal sosok misteri Rusdi Kirana di Balik Lion Air.

Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Rusdi Kirana dengan Reni Rohmawati, wartawan Majalah Angkasa.

(Baca juga: Inilah Alasan Kemenhub Membatalkan Pemberian Sanksi pada Lion Air dan AirAsia)

(Baca juga: Porter Lion Air Akui Sindikat Pencuri Barang Penumpang di Bandara Soekarno-Hatta Sudah Terstruktur)

(Baca juga: Ini Penjelasan tentang Suhu di Kabin Lion Air yang Sangat Dingin Hingga Air Membeku)

--

Apakah itu soal kompetisi?

Kita memang berkompetisi. Saya pernah bilang sama Tony (Fernandez), gua kagum sama you, tapi saya challenge. Who is stronger? Pertama di Indonesia, ternyata dia cuma punya tiga persen market share, delapan tahun. Terus saya bilang, akan masuk ‘rumahmu’. Orang bilang tak mungkin bikin airlines di Malaysia. Buktinya masuk. You di Thailand, gua juga masuk. I don’t want to argue, tapi I want to prove it. Kita harus bisa menyimak. Tidak mungkin pisau akan tajam kalau tidak diasah. Tidak mungkin kita pengusaha akan ulet kalau semua lancar. Kita learn by mistake, learn semua dari tempaan. Dalam hidup ini kita harus bersyukur, kerja yang baik, berkreativitas, berpikir beyond, out of the box, dan berusaha melupakan orang yang membuat kita susah.

Kapan dan apa momen terberat yang pernah Anda alami?

Tahun pertama. Pada saat itu saya punya keuangan sangat limited. Awal tahun 2000 saya harus memberikan deposit kepada lessor Rp6,5miliar, kalau 1 dollar AS adalah Rp10.000, untuk sewa pesawat. Modal saya kan 900.000 dollar AS. Sementara lessor-nya sedang ada masalah dengan maskapai tertentu di Indonesia, yang membuat kita khawatir juga. Saya punya pilihan, deposit saya kirim ke lessor di AS atau tidak. Direktur saya tak setuju, tapi saya kirim uang saya. Tuhan, saya tak ada pilihan lain. Saya akan kirim uang ini. Pesawat kemudian datang, tapi seminggu grounded; rusak. Hal kedua terberat adalah kejadian Solo, 30 November 2004 (pesawat MD-82 kecelakaan, yang memakan korban 26 meninggal dunia, Red.). Saya terpukul banget. Di luar itu, saya rasa ada juga, tapi tak sampai ke sanubari.