Bak 'Karma' Jika Selewengkan Dana Umat, ACT yang Sudah Diincar PPATK, BNPT, dan Densus 88 Kini Terancam Tinggal Nama, Pernyataan dari Lembaga Ini Pemicunya

Tatik Ariyani

Penulis

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar (kanan)

Intisari-Online.com -Media sosial digegerkan dengan munculnya dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Dugaan penilapan uang donasi muncul setelah adanya laporan jurnalistik majalah Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".

Dalam laporan tersebut juga diketahui bahwa petinggi ACT disebut menerima sejumlah fasilitas mewah berupa mobi operasional jenis Alphard dan penggunaan dana donasi untuk operasional yang berlebihan.

Presiden ACT, Ibnu Hajar pun membenarkan bahwa gaji petinggi ACT khususnya jabatan presiden mencapai Rp250 juta per bulan.

Gaji berjumlah fantastis itu mulai diterapkan pada awal tahun 2021.

Namun besaran gaji tersebut diturunkan karena donasi berkurang pada September 2021.

Lembaga itu juga mengakui ada pemotongan sebesar 13,7 persen dari total uang donasi yang diperoleh per tahun.

Terkait dugaan penilapan uang donasi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) menemukan dugaan adanya penyelewengan dana lembaga ACT.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, hasil penelurusan PPATK itu telah disampaikan ke Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiterror Polri.

Saat dikonfirmasi, Senin (4/7/2022), Ivan mengatakan, "Ya (disampaikan ke) Densus dan BNPT."

Ivan mengatakan pihaknya menemukan indikasi penyelewenangan ke arah kepentingan pribadi dan terkait dengan dugaan aktivitas terlarang.

Ia juga mengatakan bahwa pihak PPATK telah mendalami soal dugaan ini sudah sejak lama.

Akan tetapi, Ivan tidak merincikan lebih lanjut soal sejak kapan dan hasil pendalaman yang dilakukan PPATK.

Ia mengatakan, "Kami sudah proses jauh sebelum ini."

Selain itu, Polri juga menyatakan sudah mulai melakukan penyelidikan terkait adanya penyelewengan dana ACT.

"Info dari Bareskrim masih proses penyelidikan dulu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Senin.

Jika ACT benar-benar terbukti melakukan penyelewengan akibatnya pun tak main-main.

Kementerian Sosial (Kemensos) menyatakan, pihaknya bisa mencabut izin lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggal (ACT) sebagai lembaga pengumpulan uang dan barang (PUB) bila terbukti melakukan penyimpangan.

Sekretaris Jenderal Kemensos Harry Hikmat mengatakan, aturan pencabutan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2021.

Mengacu pada ketentuan Pasal 19 huruf b, Menteri Sosial berwenang mencabut dan/atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan.

Dalam keterangan tertulis, Selasa (5/7/2022), Harry mengatakan, "Jika ditemukan indikasi-indikasi tersebut, Kementerian Sosial memiliki kewenangan membekukan sementara izin PUB dari ACT sampai proses ini tuntas."

Harry menyebutkan, Kemensos dapat menunda, mencabut, dan atau membatalkan izin PUB yang telah dikeluarkan dengan beberapa alasan.

Alasan yang dimaksud, yakni untuk kepentingan umum, pelaksanaan PUB meresahkan masyarakat, terjadi penyimpangan dan pelanggaran pelaksanaan izin PUB, maupun atau menimbulkan permasalahan di masyarakat.

Harry mengatakan bahwa penyelenggaraan PUB juga dapat dikenakan sanksi administrasi berupa teguran secara tertulis, penangguhan izin, hingga pencabutan izin.

Harry mengatakan, "Bahkan bisa ditindaklanjuti dengan sanksi pidana, apabila tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."

Baca Juga: Laporan Keuangannya 'Lenyap' Usai Pendirinya Cabut, ACT yang CEO-nya Digaji Rp250 Juta Ternyata Sedot Puluhan Miliar Dana Donasi untuk Operasional, Ini Rinciannya

Baca Juga: Terbongkar saat Polisi Geledah Rumah Jonru, ACT yang CEO-nya Digaji 250 Juta Plus Mobil Mewah Ternyata Pernah Sponsori Buku Aksi '212', Ini Isinya

Artikel Terkait