Penulis
Intisari-Online.com -Para raja di Jawa Tengah abad ke-19 mempunyai banyak selir di Keputren.
Keputren adalah sebuah bagian istana tempat tinggal para putri raja (bangsawan).
Kompleks bangunan tersebut diperuntukkan bagi permaisuri, para selir, dan para putri Raja-Raja Jawa yang masih lajang.
Dahulu, raja-raja Jawa bisa memiliki selir hingga puluhan jumlahnya.
Kepemilikan selir ini menjadi simbol kekuasaan sang raja.
Hampir semua penguasa monarki memiliki banyak selir yang biasanya berasal dari status sosial rendah.
Tanpa melihat latar belakangnya, setiap perempuan yang bekerja di istana dan menarik perhatian raja pun bisa menjadi selir.
Dalam Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX, Peter Carey dan Vincentius Johannes menyebutkan bahwa anak perempuan di Keputren dididik untuk hanya perlu peduli tentang kecantikan mereka.
Mereka dididik untuk sopan, berwajah merona malu-malu, bersikap sembunyi-sembunyi, hingga berpenampilan memperlihatkan payudara yang hampir telanjang bulat.
Hal itu dilakukan semata-mata agar mereka dapat dipilih sebagai 'piaraan Sunan' di Keputren.
Bahkan dengan daya tarik seksual itu, diharapkan mereka bisa memikat raja dan menjadi kesayangan di antara selir-selir lainnya.
Meski begitu, tak selamanya daya tarik inilah yang mempererat hubungan penguasa dan selirnya.
Perkawinan politik dianggap jauh lebih kuat untuk menyatukan mereka.
Jadi latar belakang keluarga perempuan yang kuat atau berpotensi bermusuhan jauh lebih penting untuk dijadikan aliansi politik. Salah satu selir yang terkenal kecantikannya dari Sultan Kedua Yogyakarta yakni Bendoro Mas Ajeng Rantamsari.
Dia merupakan seorang penyanyi dan penari sebelum menjadi selir sultan.
(*)