Find Us On Social Media :

Hukum Tentang Penggelapan Harta Warisan

By Ade Sulaeman, Kamis, 14 November 2013 | 15:00 WIB

Hukum Tentang Penggelapan Harta Warisan

Langkah pertama untuk mengembalikannya adalah dengan meminta secara langsung kepada yang bersangkutan.

Apabila cara kekeluargaan tersebut tidak berhasil, saudara dapat menempuh jalur hukum melalui gugatan waris kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal saudara.

Sebelum mengajukan gugatan tersebut, para ahli waris sebaiknya telah memiliki penetapan ahli waris. Penetapan tersebut dapat saudara peroleh dari Kepala Kelurahan di daerah tempat tinggal saudara. Atau, dalam hal terjadi sengketa, penetapan ahli waris dapat diajukan permohonannya melalui pengadilan.

Penetapan tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk mengajukan gugatan, termasuk juga dasar bagi hakim untuk menentukan bagian masing-masing ahli waris.

Dalam gugatan tersebut dapat juga dimintakan agar segala macam jual beli yang dilakukan oleh Ibu tiri dinyatakan batal demi hukum. Dengan dinyatakannya jual beli tersebut batal demi hukum, maka jual beli tersebut menjadi tidak sah dan harus dikembalikan kondisinya seperti sebelum terjadinya jual beli.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang menyatakan:

“jual-beli barang orang lain adalah batal, dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”

Berdasarkan pasal tersebut, jual beli yang telah terjadi menjadi batal, dan harus dilakukan pengembalian uang dan barang oleh masing-masing pihak.

Namun apabila aset-aset tersebut telah terjual dan terlalu sulit untuk dikembalikan seperti semula, dalam gugatan tersebut saudara dapat juga memintakan ganti rugi atas aset tersebut dalam bentuk lain dengan nilai yang setara.

Selain itu, tindakan Ibu tiri saudara yang mengalihkan barang yang bukan miliknya dan menguasai hasil penjualannya dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana Penggelapan, sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan:

“barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana dendan paling banyak sembilan ratus rupiah”

Namun, sebelum saudara membawa perkara tersebut ke dalam ranah Pidana, harus terlebih dahulu dibuktikan bahwa saudara dan para ahli warisnya adalah ahli waris yang sah atas harta peninggalan pewaris.

Maka dari itu, saudara harus menunggu perkara gugatan waris tersebut diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Selain itu, Ayah saudara sebagai pihak yang turut memberikan persetujuan atas dijualnya harta warisan juga memiliki tanggung jawab hukum terhadap berpindahtangannya harta warisan tersebut.

Sehingga, apabila penggelapan terbukti, maka tidak tertutup kemungkinan Ayah saudara juga akan dikenakan sanksi pidana.

Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

  1. Kompilasi Hukum Islam (KHI);
  2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer);
  3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

(LBH Mawar Saron)