Find Us On Social Media :

Seperti Apakah Aturan Hukum Mengenai Penangguhan Penahanan?

By Ade Sulaeman, Jumat, 8 Mei 2015 | 19:00 WIB

Seperti Apakah Aturan Hukum Mengenai Penangguhan Penahanan?

Intisari-Online.com -

Pertanyaan

Salam sejahtera,

Perkenalkan nama saya Gregory. Saya memiliki saudara laki-laki yang memiliki permasalahan hukum. Beliau diduga melakukan tindak pidana penggelapan uang dalam pekerjaannya terhadap rekan sekerjanya, dengan total kerugian sebesar Rp72.000.000 (tujuh puluh dua juta rupiah). Kasusnya saat ini sedang dalam proses penyidikan di Polres Jakarta Selatan, dengan status sebagai tersangka. Namun, saudara laki-laki saya ini telah menikah, dan memiliki seorang anak yang masih berusia 1 (satu) tahun. Istrinya tidak bekerja, sehingga dialah yang bertanggung-jawab memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya.

Menjadi pertanyaan saya adalah, seperti apakah aturan hukum terkait penangguhan penahanan? Apakah saudara laki-laki saya dapat meminta penangguhan penahanan? Erat kaitannya bagi dia sebagai kepala keluarga yang masih harus menanggung biaya hidup anak dan istrinya, sehingga dia harus tetap bekerja. Pertanyaan berikutnya, dengan meminta penangguhan penahanan, apakah kami selaku keluarga harus memberikan jaminan? Jaminan seperti apa?

Demikian pertanyaan ini kami sampaikan kepada bapak/ibu sekalian, terima kasih.

Gregory-Ambon

Jawaban

Salam sejahtera.

Terima kasih untuk pertanyaannya. Kami turut prihatin dengan musibah yang menimpa saudara laki-laki. Berikut adalah penjelasan kami atas pertanyaan saudara mengenai aturan hukum terkait penangguhan penahanan.

Dalam hal seseorang diduga telah melakukan tindak pidana, yang kasusnya sedang berada dalam proses penyidikan, kepolisian dalam hal ini penyidik atau penyidik pembantu berdasarkan perintah dari penyidik, berwenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka. Penahanan merupakan tindakan untuk menempatkan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim berdasarkan penetapan.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penyidik diberikan kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap diri tersangka, yang diduga keras dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri atau merusak atau menghilangkan barang bukti yang dipakai untuk melakukan kejahatan, maupun akan mengulangi tindak pidana yang sama atau yang berbeda, jika dibiarkan tetap bebas, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sebagai berikut:

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana

Tersangka yang ditahan oleh penyidik, boleh mengajukan permintaan penangguhan penahanan, dengan atau tanpa disertai pemberian jaminan dari tersangka, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 31 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang menyatakan demikian:

atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan

Dengan demikian, penyidiklah yang akan memberikan keputusan, apakah tersangka tersebut tetap ditahan atau dapat ditangguhkan penahanannya, setelah tersangka mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Dengan ditangguhkannya penahanan, tersangka tidak lagi berada di dalam ruang/ rumah tahanan, melainkan dapat melakukan kegiatan selayaknya orang yang berada di luar tahanan, meskipun dalam praktiknya tetap ada pembatasan yang terikat padanya, seperti dikenakan wajib lapor rutin bagi tersangka.

Dikenal 2 (dua) macam jaminan penangguhan penahanan yang diakui dalam peraturan perundang-undangan kita, yakni jaminan uang atau jaminan orang. Dalam ketentuan Pasal 35 dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dijelaskan mengenai pelaksanaan kedua bentuk jaminan penangguhan penahanan, yakni sebagai berikut:

Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan:

(1)  Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri;

   (2)  Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut, menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara

Dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan:

(1)  Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau terdakwa melarikan diri, maka setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan;

   (2)  Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang dimaksud ayat (1) jurusita menyita miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui Panitera Pengadilan Negeri

Maka berdasarkan penjelasan di atas, saudara laki-laki ibu tentu diperbolehkan menurut peraturan yang berlaku di Indonesia untuk meminta penangguhan penahanan, dengan memberikan jaminan, yakni berupa jaminan uang, maupun jaminan orang, atau tanpa disertai jaminan sekalipun. Namun penangguhan penahanan ini adalah kewenangan dari penyidik untuk mengabulkan atau menolaknya.

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai aturan hukum terkait penangguhan penahanan, semoga bermanfaat.

(LBH Mawar Saron)

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana;
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.