Penulis
Intisari-Online.com - Secara umum menurut KBBI, reformasi adalah suatu perubahan yang terjadi secara drastis dimana tujuannya adalah untuk perbaikan di bidang sosial, politik, agama, dan ekonomi, dalam suatu masyarakat atau negara.
Sementara reformasi di Indonesia merujuk pada era perpolitikan Indonesia setelah mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI pada 1998.
Soeharto melepas jabatannya pada 21 Mei 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.
Bagaimana sejarah reformasi di Indonesia? apa yang melatarbelakangi peristiwa tersebut dan seperti apa dampaknya?
Latar Belakang Reformasi 1998
Gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang pada saat itu tengah melemah dan merosot.
Krisis ekonomi melanda Indonesia dan negara di Asia Tenggara pada 1997, yang berdampak pada harga bahan-bahan pokok naik dan keberadaannya langka.
Pekerjaan sulit didapat, pengangguran bertambah, angka putus sekolah dan kemiskinan meningkat drastis, atau terjadinya ketimpangan sosial.
Baca Juga: Peran Indonesia dalam Konferensi Asia Afrika, Apa Saja?
Saat itu, hutang Indonesia menumpuk sementara dollar semakin meningkat.
Kondisi tersebut diperparah dengan terjadinya penyelewengan dan perlakuan tidak adil oleh pemerintahan Presiden Soeharto.
Ketidakadilan terjadi di berbagai bidang, yaitu politik, hukum, dan ekonomi.
Terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di semua bidang, sehingga pemerintah masa Orde Baru dinilai tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Maka, gerakan reformasi lahir sebagai puncak ketidakpuasan dan kekecewaan mahasiswa dan masyarakat terhadap pemerintah atas kondisi tersebut.
Ketidakpuasan masyarakat semakin membesar dan memicu terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh berbagai aksi mahasiswa di wilayah Indonesia.
Kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Akibatnya, pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pun mendapat banyak tekanan politik baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Kepemimpinan Soeharto semakin menjadi sorotan sejak terjadinya Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998, di mana empat mahasiswa tertembak mati dan memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari kemudian.
Tekanan dari massa terhadap Soeharto pun memuncak ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR yang berakibat proses politik nasional lumpuh.
Sempat berusaha menyelamatkan kursi kepresidenannya dengan melakukan perombakan kabinet dan membentuk Dewan Reformasi, pada akhirnya Soeharto mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka.
Dampak Reformasi 1998
Presiden BJ Habibie memberikan ruang bagi siapapun yang ingin menyampaikan pendapat, baik dalam bentuk rapat umum maupun unjuk rasa atau demonstrasi.
Namun, bagi mahasiswa yang akan melakukan aksi unjuk rasa, terlebih dulu diharuskan untuk mendapatkan izin dari pihak kepolisian dan menentukan lokasi di mana demonstrasi dilakukan.
Hal ini dilakukan karena mengacu dengan UU No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Dahulu, ABRI terdiri dari empat angkatan, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Kepolisian RI.
Namun, sejak tanggal 5 Mei 1999, Polri telah memisahkan diri dari ABRI dan berganti nama menjadi Kepolisian Negara, istilah ABRI juga berubah menjadi TNI.
Tindakan BJ Habibie terkait reformasi hukum ini pun disambut dengan baik oleh masyarakat luas, karena reformasi hukum ini mengarah kepada tatanan yang diharapkan masyarakat.
Selama masa Orde Baru, karakter hukum yang berlaku di Indonesia cenderung bersifat konservatif, ortodoks, dan elitis.
Hukum ortodoks sendiri merupakan hukum yang bersifat tertutup, sehingga masyarakat tidak memiliki peran sama sekali di dalamnya.
Hukum pada masa Orde Baru ini pun kemudian dianggap sebagai bentuk hukum yang mengebiri Hak Asasi Manusia (HAM).
Oleh karena itu, hukum di era Orde Baru tidak lagi diterapkan pada masa reformasi, karena di era ini, BJ Habibie ingin menciptakan hukum yang dapat menjamin keamanan perlindungan HAM.
Itulah sejarah reformasi di Indonesia dan dampaknya.
(*)