Penulis
Intisari-Online.com - Sejak memulai perang ke Ukraina, Rusia telah mendapat kecaman dari dunia internasional.
Banyak negara mengecam tindakan Rusia terhadap Ukraina, bahkan negara pimpinan Vladimir Putin itu telah menerima sanksi ekonomi dari sejumlah negara.
Selain itu, sejumlah tuduhan juga ditampik oleh Moskow.
Moskow berulang kali menolak tuduhan masa lalu Kiev atas kejahatan perang, termasuk klaim pembunuhan massal warga sipil di Bucha.
Baru-baru ini, Rusia justru balik menuding Ukraina hendak menyebarkan berita palsu soal tragedi yang terjadi kota Lisichansk.
Melansir sputniknews.com (28/4/2022), Kementerian Pertahanan Rusia telah mengeluarkan peringatan kepada negara-negara barat bahwa Ukraina berencana untuk membuat laporan berita palsu tentang penembakan kota Lisichansk.
Peristiwa penembakan itu sendiri diduga menyebabkan kematian warga sipil.
Sementara menurut Rusia, kota itu justru tidak sengaja ditembaki oleh pasukan Ukraina sendiri.
"Kami memperingatkan yang disebut Barat beradab sebelumnya bahwa ini dan pemalsuan berdarah serupa lainnya, yang diatur oleh otoritas Kiev, tentang dugaan 'kekejaman Rusia' yang direncanakan akan tersebar luas di media dan di seluruh Internet dalam waktu dekat", kata kementerian.
Kementerian mengatakan bahwa setelah brigade infanteri bermotor ke-57 Angkatan Bersenjata Ukraina menembaki Lisichansk, biro informasi dan operasi psikologis pasukan Ukraina memutuskan untuk mengundang media Ukraina dan barat ke lokasi.
Disebut bahwa mereka mengundang media dalam upaya untuk menyalahkan Rusia atas serangan tersebut.
Menurut informasi kementerian pertahanan, Angkatan Bersenjata Ukraina memindahkan kendaraan militer yang rusak dan mayat tentara Ukraina yang mengenakan pakaian sipil ke pasar pusat kota.
"Tindakan seperti itu dari pihak berwenang Ukraina, sekali lagi, menunjukkan sikap tidak manusiawi mereka terhadap rakyat Ukraina,
"dan menunjukkan pengabaian total terhadap semua norma moralitas dan hukum humaniter internasional," ujar kementerian.
Rusia, pada gilirannya, mengumpulkan bukti kejahatan perang yang dilakukan oleh militer Ukraina, seperti pembunuhan tak beralasan terhadap prajurit Rusia yang ditangkap.
Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung lebih dari dua bulan sejak dimulai, dan hingga saat ini belum terlihat jalan damai.
Itu dimulai dengan Rusia melancarkan operasi yang disebutnya sebagai operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari lalu.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa tujuan dari operasi khusus tersebut adalah untuk mengakhiri penderitaan rakyat Donbass, demiliterisasi dan "de-Nazify" Ukraina.
Baca Juga: Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia, Selaras dengan Amanat UUD 1945
Baca Juga: Pada Pemerintahan Raja Inilah, Kerajaan Kutai Mencapai Puncak Kejayaan
(*)