Penulis
Intisari-Online.com - Sejak dimulainya perang Rusia-Ukraina, sejumlah negara mulai menunjukkan keberpihakannya.
Dukungan dan keprihatinan ditunjukkan banyak negara-negara di dunia terhadap apa yang terjadi di Ukraina.
Tetapi, tak sedikit pula negara yang terang-terangan mendukung langkah Rusia.
Sementara itu, Indonesia tak menunjukkan keberpihakannya terhadap kubu manapun.
Presiden Jokowi sempat membuat pernyataan untuk menghentikan perang melalui akun Twitter resminya, @jokowi.
Namun cuitan Jokowi disampaikan secara singkat dan tanpa memberikan konteks terhadap kondisi peperangan mana yang ia maksud.
"Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia," tulis Jokowi, Kamis (24/2).
Sementara perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung sejak 24 Februari lalu ini kian mengobrak-abrik ekonomi global, bagaimana bagi Indonesia?
Rupanya, perang tersebut salah satunya berdampak pada neraca perdagangan Indonesia dengan Rusia Ukraina.
Melansir Vietnam Plus, Neraca perdagangan Indonesia dengan Rusia dan Ukraina mengalami defisit akibat perang yang masih berlangsung, kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono.
Pada Januari, ekspor lemak dan minyak hewani atau nabati Indonesia ke Rusia tercatat sebesar 102,4 juta USD, sedangkan pada Februari tercatat sebesar 102 juta USD.
Namun, pada Maret nilainya hanya mencapai 58,3 juta USD.
Neraca perdagangan Indonesia-Rusia selama periode Januari-Maret mengalami defisit sebesar 204,6 juta USD.
Angka tersebut menurun signifikan jika dibandingkan dengan surplus 42,2 juta USD pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, komoditas ekspor utama Indonesia dengan Ukraina adalah lemak dan minyak hewani atau nabati, kertas karton, dan alas kaki.
"Pada Maret tidak ada ekspor ke Ukraina sama sekali. Ini menunjukkan konflik ini mengganggu ekspor kita ke Ukraina," kata Yuwono, seperti dikutip Kantor Berita Antara.
Nilai perdagangan Indonesia dengan Ukraina periode Januari-Maret mengalami defisit sebesar 13,5 juta USD.
Angka tersebut turun signifikan jika dibandingkan dengan surplus 53,6 juta USD pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, pada rabu (13/4/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tembus 4,5-5,2 persen sepanjang kuartal I 2022.
Rupanya, keyakinan tetap ada meskipun terjadi eskalasi perang antara Rusia dengan Ukraina yang melemahkan pertumbuhan ekonomi global dan meningkatnya harga komoditas, di tengah rantai pasok global yang sudah terkendala saat pandemi Covid-19.
"Untuk tahun 2022 kami di Kementerian Keuangan, kami akan terus melihat indikator bulan Maret.
"Dan (proyeksi) kami tetap di kisaran 4,5-5,2 persen untuk kuartal I," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual di Jakarta, Rabu (13/4/2022).
Sri Mulyani meyakini pemulihan ekonomi Indonesia tetap terjaga, terutama ditopang dengan meredanya dan penanganan Covid-19 yang membaik diikuti pembatasan kegiatan masyarakat yang makin longgar.
Dia percaya diri, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap kuat yang didukung oleh kegiatan konsumsi masyarakat atau rumah tangga, kegiatan investasi, serta dukungan belanja pemerintah.
Baca Juga: Pengertian Kebangkitan Nasional, Mengapa 20 Mei Ditetapkan Jadi Hari Kebangkitan Nasional?
Baca Juga: Inilah Mengapa Aswawarman Disebut Sebagai Wangsakarta dari Kerajaan Kutai
(*)