Penulis
Intisari-Online.com - China adalah sekutu terkuat Rusia.
Tidak heran ketika perang Rusia dan Ukraina pecah, banyak negara yang mempertanyakan bagaimana sikap China.
Apakah China akan membantu Rusia dalamperang Rusia dan Ukraina?
Mengingat China sendiri sedang berusaha menyatukan Taiwan menjadi bagian dari 'Satu China'.
Tapi hampir satu bulan lamanya perang berlangsung, rupanya tidak ada pergerakan militer China.
Dalam sebuah pernyataan kepada Newsweek, China akhirnya buka puasa terkait sikap mereka.
"Sejak pecahnya krisis Ukraina, China selalu mempertahankan posisi yang objektif dan adil."
"Kami tetap berkomitmen untuk mempromosikan pembicaraan damai dan melakukan upaya positif menuju de-eskalasi situasi."
Akan tetapi baru-baru ini, China melancarkan serangan terhadap NATO.
Ini semua terjadiSekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan bahwaChina merusak keamanan global dengan menolak untuk mengutuk Rusia atas tindakannya di Ukraina.
Dilansir dariexpress.co.uk pada Sabtu (9/4/2022), setelah pertemuan dua hari para Menteri Luar Negeri NATO di Brussel, Stoltenberg mengatakan bahwa kegagalan China untuk melawan agresi Rusia merupakan "tantangan serius bagi kita semua."
Tentu saja pernyataanSekretaris JenderalNATO itu dikritik China yang memang mencoba netral dan tidak berbuat apa-apa.
Menurut perwakilan China, justru NATO-lah yang membuat Presiden Rusia Vladimir Putin menyerang Ukraina.
Chinamenyatakan bahwa bukan Beijing yang mengacaukan keamanan internasional.
Melainkanaliansi Atlantik Utara itu sendiri.
Bahkan China memberi bukti bahwa NATO telah mengirim senjata ke Ukraina untuk membuat perang semakin besar.
"Ini kontras dengan upaya mengipasi api dan menambahkan bahan bakar ke api seperti yang dilakukan beberapa organisasi," sindir China.
Sebelumnya, Chinatelah bergabung dengan Rusia dalam menentang ekspansi NATO lebih lanjut.
Kedua negara bergerak lebih dekat bersama dalam menghadapi tekanan Barat.
Putin mengklaim kekuatan Barat menggunakan aliansi pertahanan NATO untuk melemahkan Rusia.
Bahkan kedua negara menuduh NATO mendukung ideologi Perang Dingin.