Find Us On Social Media :

Rasis Banget, Media Barat Klaim Ukraina Tak Layak Jadi Medan Perang karena Penduduknya Lebih Beradab Dibanding Irak dan Afghanistan, Agama Pun Dibawa-bawa

By Khaerunisa, Selasa, 1 Maret 2022 | 20:00 WIB

Pengungsi Ukraina

Intisari-Online.com - Banyak kecaman ditujukan terhadap invasi Rusia di Ukraina, media internasional pun terus melaporkan perkembangan yang terjadi.

Tetapi, rupanya tak sedikit media Barat yang meliput isu ini dengan sudut pandang seorang rasis.

Sebagaimana diwartakan Middle East Eye, koresponden Barat tak jarang meliput konflik di Ukraina sembari menyinggung konflik bersenjata di Timur Tengah.

Membandingkan Ukraina dengan negara-negara Timur Tengah yang juga menjadi tempat konflik berkecamuk, sejumlah media Barat menyebut Ukraina lebih beradab.

Bahkan, muncul penyebutan terkait warna kulit hingga agama.

Umumnya, media-media tersebut menunjukkan keterkejutan karena konflik meletus di Eropa yang disebut “lebih beradab” dibanding yang lain.

“Mereka terlihat seperti kita. Itulah yang membuat ini sangat mengejutkan,” tulis jurnalis dan mantan politikus Konservatif Inggris Raya, Daniel Hannan, dalam kolomnya untuk The Telegraph.

“Ukraina adalah suatu negara Eropa. Rakyatnya menonton Netflix dan punya akun Instagram, memilih dalam pemilu yang bebas dan membaca surat kabar tanpa sensor. Perang tidak lagi sesuatu yang menimpa populasi terpencil dan melarat. Itu bisa terjadi pada siapa saja,” tulisnya.

Baca Juga: Kini Serang Ukraina Mati-matian, Nyatanya Bukan Perang yang Pernah Bikin Rusia Hancur Lebur Sampai Jadi Pusat Kanibalisme, Untung Diselamatkan Musuh Besarnya Ini

Baca Juga: Bangsa Viking Terbukti Bukanlah si Pirang Bermata Biru Seperti Tercatat dalam Sejarah, Lalu Bagaimana Gambaran Bangsa yang Dikenal Sebagai Perompak Brutal Ini?

Kemudian, koresponden senior CBS News, Charlie D’Agata, mengucapkan komentar rasis saat melakukan siaran langsung di Kiev, meski kemudian ia menyatakan permintaan maafnya.

“Ini bukanlah tempat, dengan segala hormat, yang seperti Irak atau Afghanistan yang telah melihat konflik berkobar selama berdekade-dekade,” kata D’Agata.