Find Us On Social Media :

Jane Goodall: Simpatinya pada Simpanse (2)

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 8 September 2016 | 18:30 WIB

Jane Goodall: Simpatinya pada Simpanse (2)

Perhatian Jane lebih tertuju terhadap perilaku hidup simpanse betina. Berdasarkan catatan studi antara tahun 1970 - 1990, disimpulkan kalau tingkat reproduksi simpanse betina terpengaruh oleh hirarki dan kedudukan dalam kelompoknya. Juga anak simpanse dari betina peringkat atasan, memiliki harapan hidup lebih tinggi daripada anak simpanse peringkat sosial bawah. Begitu juga anak simpanse betina asal kelas atas, kematangan seksualitasnya lebih cepat.

Selain perilaku sosial yang struktural, Jane juga menemukan suatu peristiwa besar dalam studi perilaku primata di dunia. Sekelompok "masyarakat" simpanse tak jarang melakukan serangan terhadap kelompok simpanse tetangganya. Mereka saling baku gigit, cakar, dan pukul. Serta serangan mendadak, terutama  terhadap simpanse betina dan anaknya.

Untuk beberapa kasus tertentu, tercatat beberapa perilaku kejam simpanse jantan. Selain suka menyerang dan memperkosa, simpanse ini ternyata juga suka membunuh bayi simpanse sekaligus memakannya. Dalam bukunya In The Shadow of Man (1971), Jane panjang lebar   menguraikan perilaku simpanse lainnya,  yang juga memang agak mirip dengan perilaku manusia. Jane memberi contoh betapa Flo yang cantik, sebetulnya induk yang baik serta betina yang menarik banyak jantan. Passion, seekor simpanse jantan berhati dingin dan kejam; dia. tega membunuh dan memakan bayi simpanse.

"Tadinya perilaku simpanse di kalangan pakar primatologi, hanya tercatat standar saja. Temuan studi Jane Goodall membuka jendela baru, serta menjelaskan betapa simpanse yang merupakan kera terpandai di antara primata lainnya, ternyata bertemperamen lebih kompleks daripada gorila dan orangutan," ujar seorang pakar primatologi dari Universitas California.

Meski simpanse tak memiliki bahasa, dalam kenyataan di lapangan, kera itu memiliki bahasa panggilan yang secara umum berupa teriakan "huu wa". Dari pengalamannya hidup puluhan tahun di antara simpanse, Jane boleh dibilang sudah menguasai makna di balik suara hurahura kera itu. Wanita ini juga  memiliki catatan "bahasa isyarat" simpanse, berupa gerak-gerik berbagai ragam anggota tubuh simpanse, termasuk mimik muka kera ini yang senang menyengir, merengut, menyeringai; melucu, dan lainnya.

Membunuh demi manusia

Penelitian di Gombe ini, belakangan makin jelas sebagai bukan hanya milik kalangan primatologi atau antropologi, sebab juga melibatkan zoologi, ekologi, etologi, psikologi, dan bahkan psikiatri. Kesertaan pelbagai disiplin ilmu itu tampak dengan antusiasnya keterlibatan ilmuwan dari Universitas Dar es Salam, Cambridge, Stanford, dan lainnya. Mereka mempelajari perilaku simpanse, untuk mencari kesamaannya dengan perilaku manusia juga, terutama sikap dan tindakannya yang agresif.

Ilmuwan juga tertarik masalah "kejiwaan" simpanse yang hidup tertekan di lingkungan alam,dan kelompoknya. Beberapa individu simpanse yang hidup depresif serta stres berlebihan, diamati perilaku serta jalan keluar pemecahannya.

Ironisnya, "Kini simpanse juga digunakan sebagai bahan studi laboratorium untuk kepentingan pengobatan manusia. Mereka membunuh simpanse demi manusia," kata Jane dalam bahasa manusia, bukan "bahasa" simpanse. (Dari pelbagai sumber/Bd)