Raja Wurawari kemudian melampiaskan kekecewaannya dengan bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya, kerajaan yang sebelumnya pernah diserang oleh Raja Dharmawangsa Teguh.
Dengan bantuan Kerajaan Sriwijaya itulah, Raja Wurawari dari Lwaram berani melancarkan serbuan untuk menghancurkan Kerajaan Mataram Kuno.
Prasati Pucangan merupakan prasasti yang menuliskan tentang peristiwa 'Kehancuran dunia' ini.
Pralaya Medang terjadi setelah dilangsungkannya pernikahan antara Airlangga dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh.
Ibu kota Kerajaan Medang yang terletak di Watan (sekitar Madiun sekarang) tiba-tiba diserbu dan dibakar oleh Raja Wurawari.
Serangan mendadak itu tentunya tidak pernah diperhitungkan oleh Raja Dharmawangsa Teguh.
Selain karena istana sedang mengadakan pesta perkawinan, juga karena Raja Wurawari adalah bawahannya sendiri.
Peperangan itu konon menyebabkan banyak pembesar kerajaan yang tewas, termasuk di antaranya Raja Dharmawangsa Teguh dan putrinya.
Setelah Kerajaan Medang hancur dan hampir seluruh keluarga Raja Dharmawangsa Teguh tewas, Raja Wurawari memilih untuk kembali ke kerajaannya.
Sementara itu, seperti yang dikisahkan Prasasti Pucangan, Airlangga berhasil selamat dari peristiwa Pralaya Medang.
Ia berhasil selamat dengan cara melarikan ke dalam hutan bersama abdinya, Narottama.