Penulis
Intisari-Online.com -Sejarah berdirinya Israel terjadi pada 14 Mei 1948 atau sehari sebelum mandat Inggris di Palestina berakhir.
Sebelumnya pada 2 November 1917 Pemerintah Inggris menetapkan Deklarasi Balfour yang menjanjikan orang Yahudi mendapat tanah di Palestina.
Namun kekuasaan Inggris yang juga dikenal sebagai Mandat Palestina itu diwarnai kekerasan, yang berujung dibentuknya Komite Investigasi Anglo-Amerika pada 1946.
Hingga akhir Maret 1948, setidaknya 2.000 orang tewas dan 4.000 lainnya terluka akibat berbagai kerusuhan.
Melansir Kompas.com, pada 1948, Presiden Amerika Serikat ke-33 Harry Truman menjadi pemimpin dunia pertama yang mengakui Israel sebagai negara, setelah deklarasi kemerdekaan Israel pada 14 Mei 1948.
Sejarah hubungan Israel dan Amerika Serikat semakin erat selama Perang Dingin pada 1947-1989.
Israel menjadi kunci utama strategi Timur Tengah Amerika Serikat
Hubungan Israel dan Amerika Serikat tumbuh semakin dekat setelah 1967.
Pada 1967, Amerika Serikat berdiri di belakang Israel dalam Perang Enam Hari dengan negara-negara Arab di sekitarnya.
Pada 1995, Clinton memenangkan hati Israel dalam pidato menangis di pemakaman Rabin yang dibunuh, mengatakan dalam bahasa Ibrani "shalom haver", atau "selamat tinggal teman".
Pada 2009, Presiden Amerika Serikat ke-43 George W Bush memberi tahu parlemen Israel dalam pidatonya bahwa ikatan yang tidak dapat dipatahkan antara Israel dan AS berjalan lebih dalam dari pada perjanjian apa pun, didasarkan pada tautan bersama ke Alkitab.
Amerika Serikat melihat Israel sebagai alat yang berguna untuk menahan pengaruh Soviet di Timur Tengah, yang signifikan di antara negara-negara Arab, selama Perang Dingin.
Baca Juga: Pantas Pasukan Israel 'Sering Bikin Rusuh,' Ternyata Ada 5 Senjata Ini yang Jadi 'Bekingannya'
Mengutip Vox.com (2014), setelah Perang Dingin hubungan kedua negara semakin dekat.
Bantuan Amerika Serikat ke Israel terus mengalir, seperti halnya dukungan diplomatik.
Amerika Serikat menjadi semakin terlibat dalam mengelola perselisihan dan masalah di Timur Tengah selama Perang Dingin, dan mempertahankan peran itu sebagai satu-satunya negara adidaya di dunia pada tahun 1990-an.
Stabilitas di Timur Tengah terus menjadi kepentingan utama Amerika, karena sejumlah alasan termasuk pasar minyak global, dan AS mengambil peran sebagai penjamin stabilitas regional.
Baca Juga: Israel Berkali-kali Luncurkan Serangan Rudal ke Suriah, Apa Sebenarnya yang Menjadi Target Israel?
Pandangan Israel sebagai "kekuatan untuk stabilitas" membantu mempertahankan dukungan Amerika Serikat.
Menurut Brent Sasley, seorang ilmuwan politik di University of Texas, itu artinya Israel bagi Amerika Serikat dapat menstabilkan apa yang terjadi di Timur Tengah.
Menurut Direktur Program Institut Israel Michael Koplow bahwa faktor tunggal yang paling mendorong hubungan AS-Israel tampaknya adalah dukungan luas dan mendalam untuk Israel di antara publik Amerika.
Data Gallup sejak 1988 secara konsisten menunjukkan persentase yang jauh lebih tinggi dari orang Amerika yang bersimpati dengan orang Israel dibandingkan dengan orang Palestina dalam konflik.
Jadi, masuk akal bahwa anggota Kongres Amerika Serikat akan mengambil sikap pro-Israel yang cukup keras.
(*)