Penulis
Intisari-Online.com - Sejarah penggunaan helm sepeda motor di dunia tak lepas dari sosok legenda Perang Dunia I Thomas Edward Lawrence.
Ya, siapa sangka sosok yang menginspirasi penggunaan alat keselamatan berkendara ini adalah seorang perwira intelijen Inggris yang legendaris tersebut.
Bermula dari kecelakaan fatal yang menimpa Lawrence di jalur pedesaan Dorset saat ia mengendarai motornya Brough Superior SS100.
Dilaporkan, saat itu Lawrence membanting setir ketika tiba ada dua orang anak laki-laki yang sedang bersepeda di jalan menurun yang dilaluinya.
Baca Juga: Lawrence of Arabia, Legenda Agen Rahasia Inggris yang Jago Tempur Saat Pimpin Gerilyawan Arab
Lawrence pun terlempar dari kendaraannya dan mendapat luka yang serius di bagian kepala.
Dilarikan ke rumah sakit, sosok yang dijuluki 'Lawrence of Arabia' ini meninggal dunia pada 13 Mei 1935, setelah 6 hari mendapat perawatan.
Peristiwa yang menimpa Lawrence menjadi tragedi yang mengejutkan dunia. Bahkan, kematiannya yang terlalu dini, di usia 46 tahun, telah dicatat sebagai kecelakaan tragis yang disesalkan sampai sekarang.
Bagaimana kecelakaan yang menimpa perwira Angkatan Darat Inggris itu menjadi tonggak penggunaan helm sepeda motor di dunia?
Ketika kecelakaan terjadi, Lawrence tidak memakai helm. Saat itu penggunaannya di Inggris memang hanya wajib dalam perlombaan olahraga.
Rupanya, setelah peristiwa itu, Huge Crains, seorang petugas medis yang menangani Lawrence mulai meneliti cedera kepala yang diderita karena kecelakaan motor, kemudian ia mendapat statistik yang mengejutkan.
Pada tahun 1941, Crains menerbitkan laporan pertamanya yang berjudul 'Head Injuries in Motorcyclists - the importance of the crash helmet' dalam British Medical Journal.
Ketika itu Perang Dunia II berlangsung, Cairns menulis bahwa 2.279 pengendara sepeda motor telah tewas di Inggris selama 21 bulan pertama perang, 21% lebih dari di masa damai.
“Dalam sejumlah kasus, hasil fatal mungkin dapat dihindari jika perlindungan yang memadai untuk kepala telah dipakai,” tulisnya,
Ia mencatat bahwa hanya tujuh pasien yang dirawat olehnya yang memakai helm, dan semuanya selamat.
Untuk melanjutkan penelitiannya, Crains mengalami kesulitan karena tidak banyak pengendara yang secara sukarela mau memakai helm untuk menunjukkan bahwa memakai helm memang membuat perbedaan yang signifikan.
Namun, pada November 1941, Angkatan Darat Inggris mengeluarkan perintah agar semua pengendara menggunakan helm setelah dua pengendara anggota mereka mengalami kecelakaan motor.
Kemudian pada tahun 1953, banyak perusahaan yang membuat motor dengan mengusung kecepatan seperti Harley-Davidson dan Indian Motorcycle.
Saat itu lah helm penyerap goncangan pertama dirancang oleh Profesor C.F. Lombard dari University of South California.
Helm ini dirancang untuk berkendara dengan kecepatan tinggi.
Helm tersebut terdiri dari bagian luar yang keras dan dua lapisan padding, satu untuk kenyamanan dan lainnya untuk menahan jika terjadi benturan.
Penemuan Profesor Lombard itu menjadi titik balik dalam sejarah pelindung kepala ini. Satu tahun setelahnya, Roy Ritcher mengembangkan The Bell 500.
Setelah penemuannya, mulai banyak bermunculan perusahaan helm di berbagai dunia.
Meskipun helm sudah terbukti bisa mengurangi cedera kepala dan pemakaian helm sangat ditekankan, namun belum ada hukum yang disahkan yang mengharuskan memakai helm dari gabus ataupun karet.
Sehingga masih banyak orang yang menolak menggunakan helm karena mereka merasa terlihat kotor dan tidak keren.
Akhirnya pada 1 Januari 1961, undang-undang helm untuk motor pertama kali diperkenalkan di Australia.
Menyusul kemudian pada tahun 1966, semua negara di Amerika Serikat mengeluarkan peraturan yang sama.
Undang-undang tersebut bahkan mengatakan, sampai semua pengendara motor memakai helm pemerintah tidak akan mengeluarkan dana untuk pemeliharaan dan konstruksi jalan raya.
Pada tahun yang sama, mereka juga mengeluarkan Standar Keselamatan Nasional Amerika untuk Helm Sepeda Motor yang harus dipenuhi oleh para produsen.
Baca Juga: Tempat Wisata Banyuawangi, Ada Wisata Alam hingga Wisata Budaya yang Sayang Jika Dilewatkan
(*)