Penulis
Intisari-Online.com – Terjadi pada Rabu (13/10/2021) pukul 12.00 WIB gempa tektonik bermagnitudo M 4,8 terjang wilayah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.
Tidak hanya itu, guncangannya bahkan terasa hingga di sekitar Yogyakarta.
Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut memiliki episenter pada korodinat 8,87 LS dan 110,97 BT.
Lokasinya berada di laut, tepatnya pada jarak 78 km arah barat daya Pacitan, Jawa Timur, pada kedalaman 55 km.
Namun, BMKG memastikan bahwa gempa Pacitan ini tidak berpotensi tsunami, meski cakupan getarannya cukup luas.
Meski kita tidak dapat memprediksi gempa, namun rupanya beberapa hewan dianggap mampu memprediksi datangnya gempa.
Beberapa budaya di Indonesia mengakui bahwa beberapa jam sebelum gempa, semua binatang bertingkah laku gelisah.
Seperti anjing yang melolong tanpa sebab, kuda melompat-lompat tinggi, juga kan berenang berputar-putar.
Tingkah hewan berperilaku tak menentu sebelum gempa bumi terjadi rupanya beredar selama ribuan tahun.
Salah satu contohnya terjadi ketika evakuasi di Haicheng, China, pada tahun 1975.
Ketika itu, evakuasi berdasarkan laporan adanya perilaku aneh pada hewan.
Tindakan evakuasi tersebut diyakini dapat menyelamatkan ribuan nyawa dari gempa berkekuatan 7,3 SR yang datang tidak lama kemudian.
Ketika gempa terjadi di Samudera Hindia, yang kemudian menimbulkan tsunami di Aceh dan beberapa negara Asia lainnya pada tahun 2014, banyak laporan yang menyatakan bahwa hewan melarikan diri ke pedalaman beberapa saat sebelum gelombang tsunami menyapu daratan.
Laporan yang meluas tersebut bahkan memicu para peneliti dari Unversity of California untuk mempelajari hewan sebagai prediktor gempa.
Dari penelitian tersebut yang dilakukan dengan mewawancarai pemilik hewan, ditemukan bahwa sebagian besar pemilik hewan memang menemukan perilaku aneh sebelum getaran gempa terjadi.
Sebagian besar memberikan laporan bahwa perilaku aneh tersebut tercatat saat gempa terjadi.
Namun, peneliti menemukan bahwa gajah-gajah di Sri Lanka justru tidak menunjukkan perilaku seperti itu, karena mereka bahkan bergerak lebih dekat ke pantai.
Gajah-gajah itu bergerak menuju ke pedalaman sesaat setelah gelombang menghantam daratan, menunjukkan bahwa mereka bereaksi terhadap dampak bukan sebagai gerakan antisipasi.
Jadi, sangat mungkin hewan melarikan diri setelah tsunami menghantam, dan kemudian ditempatkan sebelumnya oleh memori selektif.
Peneliti juga tidak menemukan mekanisme yang masuk akal di mana hewan mungkin mendeteksi gempa bumi.
Gelombang gempa bergerak lebih cepat daripada suara, jadi tidak ada cara nyata hewan bisa mendengar mereka.
Mungkin saja hewa-hewan itu mendeteksi getaran lemah, tetapi ini pasti sudah terdeteksi oleh seismograf.
Pergeseran medan magnet juga bisa terdeteksi yang berhubungan dengan gempa bumi, namun tidak ada bukti bahwa hewan memiliki reaksi terhadap hal ini.
Namun, ide seperti ini terus berlanjut, setidaknya satu kota di China memasang pengawasan 24 jam di sebuah peternakan ular untuk mendeteksi perilaku aneh.
Sementara pemerintah Jepang terus melakukan percobaan dengan ikan lele.
Bagaimana pun anekdot dari prediksi perilaku hewan masih tertangkap dalam imajinasi masyarakat, meski penelitian tidak menguatkan klaim tersebut. (Ade S)
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari