Dulu Sempat Menjadi Salah Satu Partai Terbesar di Indonesia, Ini Tujuan PKI yang Awalnya Didirikan oleh Seorang Komunis Belanda

Khaerunisa

Penulis

Henk Sneevliet, pendiri PKI.

Intisari-Online.com - Dibentuk pada 23 Mei 1914, apa tujuan PKI sebagai salah satu partai politik di Indonesia?

PKI atau Partai Komunis Indonesia awalnya didirikan oleh Henk Sneevliet, seorang komunis Belanda yang aktif di Belanda dan Hindia Belanda -sekarang Indonesia.

Saat itu, partai ini bernama Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).

Baru pada tahun 1924, namanya berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam kongres Komintern kelima.

Baca Juga: Muso: Salah Satu Pemimpin Pemberontakan PKI Madiun 1948, Pembawa Amanat dari Moskow

Sebelum menjadi PKI, partai ini juga sempat bernama Perserikatan Komunis di Hindia (PKH), yang diubah melalui kongres ISDV pada Mei 1920.

Kini, partai politik tersebut sudah tidak ada di Indonesia, sejak dibubarkan dan dilarang pada 12 Maret 1966.

Ketika Soeharto mengambil alih kepemimpinan Indonesia, ia membubarkan PKI dan menghabiskan 32 tahun kepemimpinannya untuk memusnahkan PKI serta semua yang berkaitan dengan PKI.

Namun, pelarangan PKI bukan hanya terjadi pada masa Orde Baru saja, karena jauh sebelum Indonesia merdeka pernah terjadi hal serupa.

Baca Juga: Hati-hati, Kitab Primbon Jawa Ungkapkan Tanda-tanda Fisik Wanita yang Buruk Perilakunya, Anda Harus Perbaiki Pribadi Anda!

Tujuan Didirikannya PKI

Menanamkan paham marxisme-komunisme terhadap perjuangan nasional Indonesia merupakan misi yang dimiliki oleh pendiri PKI, Henk Sneevliet.

Cara yang Sneevliet lakukan yaitu dengan menyebarkan pemahamannya tersebut melalui organisasi buruh kereta api di Semarang.

Pada kongres ISDV di Semarang, Mei 1920, ketika nama organisasi ini diubah pertama kali, Semaun menjadi ketua dalam partai tersebut, dibantu Darsono sebagai wakil.

Semaun sendiri merupakan salah satu tokoh penting dalam sebuah organisasi bernama Sarekat Islam.

Baca Juga: Kisah Ella Harper, Si 'Gadis Unta' yang Terpaksa Mencari Nafkah dengan Mempermalukan Diri Sendiri hingga Beginilah Akhir Hidupnya

Di organisasi tersebut, Semaun juga berusaha untuk menanamkan paham komunis yang kemudian menimbulkan perpecahan dua kubu, SI Merah (Komunis) dan SI Putih (Agamis).

Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda.

Pada masa itu, PKH menjadi partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis Internasional.

Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres kedua Komunis Internasional 1921.

Baca Juga: Namanya Sempat Viral Gegara Pamer Slip Gajinya, Bupati Banjarnegara Ini Malah Terciduk Kasus Korupsi, Jumlah Kekayaannya pun Mendadak Jadi Sorotan Karena Jumlahnya

Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ketika partai ini berubah nama menjadi PKI, Semaun menekankan bahwa "prioritas utama dari partai-partai komunis adalah untuk mendapatkan kontrol dari persatuan buruh" karena tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas buruh ini.

Sementara itu, pada Konferensi Prambanan tahun 1925, PKI memutuskan untuk mengadakan perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme Belanda.

Selama setahun persiapan termasuk pergolakan di internal partai, pemberontakan dimulai pertama kali di Batavia.

Namun akibatnya, pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda, sehingga hanya bergerak di bawah tanah.

Baca Juga: Fasilitas Publik Kembali Dibuka, dr Reisa: Masyarakat Wajib Lakukan Skrining Mandiri Sebelum Beraktivitas

PKI Pasca-Kemerdekaan Indonesia

PKI muncul kembali di panggung politik setelah Jepang menyerah pada tahun 1945, dan secara aktif mengambil bagian dalam perjuangan kemerdekaan dari Belanda.

Banyak unit bersenjata berada di bawah kontrol atau pengaruh PKI.

Setelah kemerdekaan, partai ini pernah menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia bersama sejumlah partai lainnya.

Di antaranya Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Majeli Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), dan Partai Nahdatul Ulama (NU).

Baca Juga: Fasilitas Publik Kembali Dibuka, dr Reisa: Masyarakat Wajib Lakukan Skrining Mandiri Sebelum Beraktivitas

Meski, sempat juga terpuruk setelah pecahnya Pemberontakan PKI Madiun yang dipimpin salah satu tokohnya, Musso, pada 1948.

Pemberontakan PKI Madiun sendiri terjadi karena dilatarbelakangi oleh jatuhnya Kabinet Amir Syafruddin yang tidak lagi didukung setelah kesepakatan Perjanjian Renville pada 1948.

Dalam Perjanjian Renville, Belanda dianggap menjadi pihak yang paling diuntungkan, sedangkan Indonesia justru dirugikan.

Setelah Kabinet Amir jatuh, Soekarno mengutus Moh. Hatta untuk membentuk kabinet baru, namun hal ini tidak disetujui oleh Amir dan kelompok komunisnya.

Baca Juga: Siapakah Pria Ini, Apakah Dia Pahlawan atau Pembunuh Berdarah Dingin? Kisah ‘Robin Hood’ di Dunia Nyata, Tapi Akhirnya ‘Tersandung’ Akibat Ulahnya Sendiri

Pemberontakan PKI Madiun itu menewaskan Gubernur Jawa Timur, RM Suryo.

Namun, partai ini masih diperbolehkan untuk berpolitik.

DN Aidit sebagai tokoh partai PKI, membangun dengan sangat hati-hati PKI dari puing-puing reruntuhan pasca peristiwa PKI Madiun 1948.

Strategi politik yang digunakan cenderung defensif untuk melindungi partai dari pihak yang menginginkan kehancurannya.

Baca Juga: Tak Seperti Warga di Desa Pemborong Mobil, Walau Sama-sama Ketiban Rezeki Nomplok,Warga Kampung Miliarder Sleman Ini Pilih Habiskan Uang Miliaran Rupiah dengan CaraIni

PKI memperoleh peringkat 4 dalam Pemilu 1955 dengan perolehan 16,36 persen suara.

Namun, berselang dua tahun, 1957, Partai Masyumi yang juga terlibat dalam pemilu 1955 merasa tersaingi dengan PKI, sehingga partai ini menuntut agar PKI dilarang.

Tidak jauh dari peristiwa tersebut, dibentuklah Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang difungsikan untuk menangkap ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang mereka kuasai.

Mengetahui hal tersebut, Soekarno yang mendukung sayap kiri pun mengeluarkan Undang-undang Darurat.

Baca Juga: Siapakah Pria Ini, Apakah Dia Pahlawan atau Pembunuh Berdarah Dingin? Kisah ‘Robin Hood’ di Dunia Nyata, Tapi Akhirnya ‘Tersandung’ Akibat Ulahnya Sendiri

Pada 1960, Soekarno mencetus sebuah slogan bernama Nasakom yang berarti Nasionalisme, Agama, dan Komunisme. Dengan demikian maka peranan PKI sebagai mitra politik pun dilembagakan oleh Soekarno.

Kehadiran PKI yang terasa semakin kuat, membuat khawatir para pesaing. Kemudian mulailah muncul gerakan-gerakan untuk menentang PKI.

Puncak keruntuhan partai ini ketika terjadi peristiwa 30 September, di mana PKI menjadi tersangka utama tragedi kejam tersebut.

Presiden Soekarno berusaha untuk meyakinkan bahwa PKI tidak terlibat sebagai partai dalam kejadian tersebut, melainkan adanya sejumlah tokoh PKI yang bertindak luar kendali. Namun hingga kini, dalang dibalik peristiwa 30 September terus menjadi perdebatan.

Baca Juga: Kisah Saudara Sekandung yang Ikut Berjuang Selama Perang Dunia Pertama, Ada yang Harus Lakukan Ini Agar Bisa Ikut Membela Negara, Selamatkah Mereka dari Perang Ini?

(*)

Artikel Terkait