Penulis
Intisari-Online.com – Pada masa pandemi seperti sekarang ini, yang menuntut kita mengerjakan segalanya dari rumah, maka gadget menjadi kebutuhan yang utama.
Bahkan anak-anak yang belum kita beri ponsel pun pada akhirnya memerlukan teknologi yang satu ini untuk membantu belajar dari rumah.
Alih-alih menyelesaikan pekerjaan rumahnya, anak-anak yang sudah selesai belajar dari rumah (BDR) menggunakan ponselnya untuk bermain game atau memutar video game.
Video game memang masih menjadi pro dan kontra untuk beberapa orang.
Belum lagi, kalau bicara soal kecanduan game, tidak sedikit orang yang menganggap gim adalah hal buruk.
Tak salah kalau China membatasi anak bermain game online maksimal tiga jam dalam satu minggu, melansir kontan.co.id.
Tencent dan NetEase, sebagai publisher game asal negeri tembok raksasa itu bahkan harus menerapkan peraturan tersebut untuk gim rilisannya.
Peraturan yang diterapkan oleh China tersebut dengan ketat, bermaksud untuk mencegah anak di bawah 18 tahun agar tidak kecanduan main gim.
Baca Juga: Inilah 5 Manfaat Game Online Bagi Pelajar, Orang Tua Jangan Terlalu Melarang Ya!
Anak-anak di bawah usia 18 tahun akan dibatasi satu jam main game online dari pukul 20.00 hingga 21.00 pada Jumat, Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional.
Waktu bermain ini dipangkas dari yang sebelumnya 1,5 jam untuk bermain game online.
Setiap perusahaan game di China harus menerapkan sistem verifikasi nama asli untuk memastikan aturan baru tersebut ditegakkan.
Mereka juga akan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, seperti orangtua dan sekolah, untuk membantu memerangi kecanduan game di kalangan pemuda di China.
Aturan baru tersebut dikeluarkan sejak Senin (30/8), sebulan setelah sebuah artikel diterbitkan oleh media pemerintah yang menggambarkan game online sebagai ‘candu spiritual’.
Sementara melansir dari antaranews, Psikolog Retno IG Kusuma bahkan menjelaskan bahwa kecanduan game online itu sama saja ketika mengalami kecanduan Narkoba.
Tak salah bila kecanduan game online sering disebut sebagai Narkolema (Narkoba lewat mata).
Menurutnya, jika seseorang berada pada tahan kecanduan dari game online, berarti telah terjadi kerusakan yang sama, seperti kerusakan saat kecanduan mengonsumsi Narkoba.
Bahkan, bagian psikologinya sendiri terjadi masalah yang disebabkan karena terlalu sering terpapar game online tersebut.
Terpapar game online berarti mempengaruhi otak secara psikis dan dapat menimbulkan respon yang dapat dikatakan tidak normal.
Kecanduan game online ini dapat terjadi pada siapapun, terutama mereka yang sedang mengalami depresi dan frustasi, yang memilih pengalihannya pada game online.
Maka saat memilih bermain game online tersebut, mereka biasanya menemukan tantangan baru dan kepuasan karena hormon endorfinnya meningkat, sehingga mendorongnya untuk terus bermain.
Pada akhirnya, menurut Retno, kebiasaan tersebut dapat menyebabkan kesulitan dalam mengontrol waktu bermain.
Menjadi kecanduan, ketika aktivitas lain menjadi tidak penting dan lebih mengutamakan game tersebut.
Bila game online dimainkan secara berlebihan ini dapat mengakibatkan gangguan psikis seseorang, yang menyebabkan tumbuhnya kondisi emosional, yang akhirnya memicu tindakan agresif.
Gambaran dalam permainan yang terekam otak seseorang yang sedang kecanduan game online menyerupai adiksi atau pengaruh narkoba.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri telah resmi menyetakan kecanduan game atau game disorder sebagai penyakit gangguan mental.
Melansir dari kompas.com, WHO telah menambahkan kecanduan game ke dalam versi terbaru International Statistical Classification of Disease (ICD), pada Senin (18/6/2018).
ICD merupakan sistem yang berisi daftar penyakit berikut gejala, tanda, dan penyakit yang dikeluarkan WHO.
WHO memasukkan kecanduan game ke dalam daftar disorders due to addictive behavior atau penyakit yang disebabkan oleh kebiasaan atau kecanduan.
Kecanduan game bisa disebut penyakit bila memenuhi tiga hal, seperti dirangum dari Science Alert, yaitu:
Pertama, seseorang tidak bisa mengendalikan kebiasaan bermain game.
Kedua, seseorang mulai memprioritaskan game di atas kegiatan lain.
Ketiga, seseorang terus bermain game meski ada konsekuensi negatif yang jelas terlihat.
Menurut WHO, ketiga hal tersebut harus terjadi atau terlihat selama satu tahun sebelum diagnosis dibuat.
Namun, bukan berarti bahwa semua jenis permainan bersifat adiktif dan dapat menyebabkan gangguan.
Bermain game bisa disebut sebagai ganguan mental hanya apabila permainan itu mengganggu atau merusak kehidupan pribadi, keluarga, sosial, pekerjaan, dan pendidikan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari